koleksi ilmu-ilmu hikmah,kisah 2 tokoh sufi.teknologi tips n trik dll

Jumat, September 06, 2013

wali nikah bagi seorang wanita

tertib wali nikah bagi seorang wanita sesuai dengan yang telah ditetapkan syari’at Islam berikut ini:

1.   Ayah kandung
2.   Kakek, yaitu bapak ayah, atau bapak kakek, dan seterusnya
3.   Saudara laki-laki kandung
4.   Saudara laki-laki seayah, adapun saudara laki-laki seibu tidak berhak
5.   Anak saudara laki-laki kandung (kemenakan)
6.   Anak saudara laki-laki seayah dan seterusnya, adapun anak saudara laki-laki seibu tidak berhak
7.   Paman atau saudara laki-laki ayah kandung
8.   Paman atau saudara laki-laki ayah seayah, adapun paman saudara laki-laki seibu tidak berhak
9.   Anak paman saudara laki-laki ayah kandung (sepupu)
10. Anak paman saudara laki-laki ayah seayah dan seterusnya
11. Paman ayah
12. Anak paman ayah (sepupu ayah)
13. Paman kakek, kemudian anaknya
14. Paman ayah kakek, kemudian anak­nya, dan begitu seterusnya, dengan catatan yang kandung lebih didahu­lu­kan dari yang seayah, baik saudara maupun paman dan lain-lain

Mereka, para wali nikah, boleh me­lang­sung­kan aqad nikah sendiri atau di­wakilkan kepada seseorang. Hanya saja perlu diperhatikan bahwasanya, jika wali nikahnya adalah ayah atau kakek, boleh mewakilkan walaupun tanpa minta izin kepada calon istri, dan selain mereka ber­dua boleh mewakilkan asalkan de­ngan izin dari calon istri.
Jika semuanya memang benar-be­nar tidak ada, yang me­nikahkan adalah wali hakim (petugas KUA). Nah, seka­rang Saudari Ayu sudah tahu bukan siapa yang berhak menjadi Saudari Ayu?
Harap diingat pula, karena wali Anda bukan ayah maupun kakek, Anda harus memilih di antara mereka yang akan di­jadikan wali nikah Anda. Kalau ada lebih dari satu orang, Anda harus mengizinkan kepadanya untuk menikahkan Anda. Kalau tidak begitu, tidak sah, misalnya dengan Anda mengatakan kepada wali nikah Anda, “Saya izinkan Anda meni­kah­kan  saya dengan laki-laki yang ber­nama Fulan bin Fulan dengan mahar se­kian.” Adapun jika ayah dan kakek yang menjadi wali nikah, tidak diperlukan izin dari calon pengantin wanita.

Resep dari Al-Ghazali
Terkait pertanyaan Anda yang ke­dua, di sini saya rasa jawabannya yang tepat adalah dengan mengikuti kiat-kiat yang telah disebutkan oleh Imam Gha­zali dalam kitab Al-Ihya’. Beliau berkata, “Bahwa jika pasangan suami istri me­lakukan sejumlah perkara ini niscaya akan langgeng rumah tangganya, har­monis serta bahagia, baik di dunia mau­pun di akhirat.” Adapun perkara-perkara itu ada­lah sebagai berikut:

1.   Hendaknya pasangan suami-istri ter­sebut sebelum menikah mem­pela­jari ilmu agama yang berhubung­an de­ngan nikah, sehingga hak ma­sing-masing dapat terlaksana, ka­rena ba­gaimana ia dapat mengeta­hui hak masing-masing jika tanpa da­sar ilmu agama. Dengan mengetahui ilmu agama, insya Allah keluarga akan ter­jaga dari api neraka. Oleh karena­nya, Allah SWT berfirman:
“Jagalah diri kalian dan juga keluarga kalian dari neraka.” (QS At-Tahrim: 6).

Rasulullah SAW bersabda:

“Mencari ilmu itu wajib atas setiap orang muslim.” (HR Muslim).
2.   Hendaknya seorang suami sabar meng­hadapi perlakuan maupun akh­laq istri yang tidak baik, karena ba­gaimanapun akal seorang wanita tidak sama dengan akal pria, seba­gaimana sabda Nabi SAW:


“Aku tidak melihat seorang yang ku­rang akal dan agamanya yang mengua­sai akal laki-laki lebih dari perempuan.” (HR Al-Bukhari).

Allah SWT dan Rasul-Nya mewanti-wan­tikan hal itu, sebagaimana dalam firman Al­lah SWT:
“Dan gaulilah para istri itu dengan baik.” (QS An Nisaa’: 19).

Rasulullah juga bersabda:
“Awaslah kalian dari perbuatan yang tidak baik kepada istri-istri kalian, karena mereka bagaikan tawanan di tangan kali­an, kalian telah mengambil mereka de­ngan amanat Allah dan menjadi halal bagi kalian kemaluannya dengan kalimat Allah.” (HR An-Nasa’i).
Seorang suami harus mengingat bah­wa kebaikan istri kepada suaminya sangatlah banyak, seperti mencuci pa­kaiannya, memasak, menyiapkan ma­kanan, menjaga rumah dan hartanya, ser­ta yang paling penting dia mem­beri­kannya seorang anak dan mendidiknya, yang mana itu semua bukan kewajib­annya akan tetapi semata-mata karena kebaikannya untuk sang suami, dan itu me­rupakan kebaikan yang membutuh­kan balasan kebaikan pula dari sang suami, paling tidak dengan tidak men­zha­liminya dan sabar terhadap perila­kunya yang tidak baik.

  1. 3. Hendaknya seorang suami berusaha sebisa mungkin untuk bersifat ro­mantis kepada istrinya dengan men­candainya dan bermain dengannya sebagaimana hal itu dilakukan Ra­sulullah kepada istri-istri beliau, se­hingga diriwayatkan bahwa Rasul­ullah bercanda dengan istri-istrinya dan Rasulullah berusaha mengikuti ke­mauan mereka dan bersenda gu­rau dengan mereka, sebagaimana di­riwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah berlomba dalam mengenda­rai kuda, maka Rasulullah SAW me­menangkan perlombaan itu tapi da­lam kesempatan lain Rasulullah SAW kalah (mengalah) dari Sayyi­datuna Aisyah RA. Maka Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Itu adalah pembalasan dari kekalahan kamu yang lalu,” demikianlah salah satu gam­baran saat Rasulullah SAW ber­senda gurau dengan istrinya, Sayyi­datuna Aisyah RA.

“Bahwasanya Rasulullah SAW ada­lah sosok manusia yang paling romantis dengan istri­nya.” (H.R. Ath-Thabarani).

Berkata Sayyidina Umar bin Al-Khaththab RA, “Hendaknya bagi orang yang berakal menja­di seperti anak-anak terhadap istri-istrinya.”
Jelas sudah, bersenda gurau atau­pun berhubungan baik dengan istri ada­lah sunnah, dengan catatan tidak sampai melewati batas, misalnya apa pun yang diingini istrinya diikuti padahal itu karena keinginan hawa nafsunya, se­hingga suami tersebut tidak ada wibawa di de­pan istri dan tidak bisa melarang ke­mun­karan yang dilakukan sang istri.
Berkata Sayyidina Umar bin Al-Khaththab RA, “Bertolak belakanglah kalian dengan apa yang diingini oleh wa­nita, karena di situlah ada keberkahan.”
Berkata Imam Hasan Al-Basri, “Demi Allah, tidak ada seorang suami pun mengikuti istrinya dalam setiap apa pun yang diinginkannya kecuali Allah akan me­masukkannya ke dalam neraka ka­renanya.”
Kesimpulannya, seorang suami da­lam keluarga harus menjadi pemimpin yang disegani karena wibawanya sekali­gus dicintai karena mengerti kemauan keluarga, baik ketika bersenda gurau maupun ketika dalam keadaan serius.

4.   Hendaknya seorang suami tidak terlalu mencemburui istrinya sampai kelewat batas.
Sifat cemburu yang ada pada se­orang suami memang merupakan si­fat yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

”Sesungguhnya aku adalah seorang pencemburu dan tidak ada seorang pun yang tidak cemburu pada istrinya kecuali dia adalah pria yang terbalik hatinya.” (HR Abu Umar).

Akan tetapi harus dicatat bahwa cem­buru boleh dilakukan atau bahkan me­rupakan sifat yang baik jika pada tempatnya. Misalnya dia keluar rumah tanpa seizin suaminya atau berbicara dengan laki-laki ajnabi (bukan mahram) dan lain-lain.
Adapun jika tanpa sebab sebelum­nya, itu merupakan cemburu buta dan sifat yang tidak baik, karena berdasarkan prasangka tidak baik, dan itu dilarang oleh agama kita, sebagaimana sabda Nabi SAW:

”Sesungguhnya di antara sifat cem­buru, ada yang dibenci oleh Allah, yaitu cemburu pada istri tanpa alasan atau hanya karena prasangka tidak baik.” (HR Abu Dawud).

Imam Ali KW berkata, “Janganlah kamu suka mencemburui istrimu tanpa sebab, kare­na hal itu akan menyebab­kan istrimu dituduh yang bukan-bukan dan engkau penyebabnya.”

5.   Hendaknya seorang suami dalam memberi nafkah mengambil jalan tengah, yaitu tidak terlalu kikir atau terlalu boros, karena keduanya dilarang oleh agama. Sebagaimana firman Allah SWT:

”Makan dan minumlah kalian akan tetapi jangan sampai boros.” – QS Al-A’raf: 31.

6.   Hendaknya seorang istri mampu mempunyai sifat qana’ah (menerima apa adanya) terhadap pemberian sang suami, dan tidak meminta se­suatu yang di luar kemampuan sua­mi, karena hal itu akan menyebab­kan suaminya berbuat yang tidak diinginkan. Hendaknya mencontoh wanita-wanita shalihah dahulu, se­bagaimana diriwayatkan, jika suami mereka akan keluar mencari rizqi, istri shalihah tersebut berkata kepa­da sua­minya, “Wahai suamiku, cari­lah rizqi yang halal, karena aku tahan dengan lapar dan sengsara tapi tidak tahan terhadap siksa api neraka.”
7.   Hendaknya istri menjaga harta suami, dan tidak menafkahkannya kecuali dengan seizinnya. Berdasarkan ha­dits Rasulullah SAW:

”Tidak boleh bagi seorang istri ber­se­dekah dari harta suami kecuali de­ngan seizinnya, kecuali seperti ruthab (kur­ma muda), yang ditakutkan rusak jika tidak dimakan. Dan jika bersedekah dengan kerelaan suami, dia juga dapat pahalanya; dan jika tanpa seizin­nya, pa­hala sedekahnya untuk sang suami dan dia berdosa karenanya.” (HR Abu Da­wud dan Al-Baihaqi).

8.   Hendaknya seorang istri selalu ting­gal dalam rumah suaminya dan tidak keluar darinya kecuali dengan izin dari suami, dan jika diberi izin oleh suaminya hendaknya dia keluar ru­mah dengan pakaian muslimah, meng­hindari keramaian, berusaha menyamarkan dirinya, terutama ke­pada teman-teman suaminya, dan yang demikian itu hendaknya dilaku­kan istri supaya tidak terjadi fitnah yang akan mengganggu hubungan dengan suaminya.

9.   Hendaknya seorang istri tidak ba­nyak mengobrol de­ngan tetangga­nya kecuali untuk hal yang perlu saja, karena biasanya jika berkumpul an­tara tetangga kalau tidak ngerumpi ya membicarakan kekurangan atau kelebihan suami, sehingga membuat yang mendengar marah, iri, dengki, dan lain-lain, yang pada akhirnya men­jengkelkan suaminya dan mem­buat retak hubungan keduanya.

10. Hendaknya seorang istri lebih meng­utamakan kemauan suaminya dari­pada kemauannya atau keluarga­nya.

11. Hendaknya seorang istri selalu tam­pil cantik mempesona di depan sua­minya, siap kapan pun jika sewaktu-waktu diajak berhubungan intim oleh sang suami.

12. Hendaknya seorang istri bersabar da­lam mendidik anak-anaknya dan tidak gampang mengumpat mereka jika melanggar perintahnya, karena umpatan seorang ibu dapat menjadi kenyataan.

13. Hendaknya seorang istri tidak cong­kak terhadap suaminya, baik dengan kecantikan maupun harta­nya.
Jadilah seperti Sayyidatuna Khadijah RA, istri tercinta Rasulullah SAW, yang pada mulanya adalah seorang wanita yang kaya, kemudian, setelah Rasulullah SAW diangkat menjadi seorang nabi, beliau berikan semua hartanya demi kepentingan dakwah sang suami. Begitulah, beliau utama­kan suaminya dengan hartanya.
Begitu pula, jangan merasa congkak dengan kecantikannya, contohlah wanita yang diceritakan Imam Asma’i RA. Ia pernah masuk suatu desa, di sana ia bertemu pasangan suami-istri yang istrinya sangat cantik dan suaminya sangat buruk rupa, maka sekali waktu Imam As­ma’i berkata ke­pada perempuan tersebut, “Kena­pa kamu mau menikah dengannya padahal engkau adalah wanita yang cantik?”
Wanita itu menjawab, “Diamlah, wa­hai Fulan, ketahuilah bahwa engkau telah berbuat tidak baik dengan per­kataanmu karena mungkin saja sua­miku orang yang taat kepada Tuhan­nya, maka Allah menjadikanku seba­gai balasannya, dan aku termasuk orang yang tidak baik terhadap Tu­hanku, maka Allah menjadikan sua­miku sebagai balasannya, lalu akan­kah aku tidak rela dengan kehendak Allah?”
Maka berkata Imam Asma’i, “Jawab­annya telah membuatku tertegun dan merasa berdosa.”

14. Hendaknya seorang istri melayani suaminya de­ngan semampunya, apa­kah itu pekerjaan rumah maupun pekerjaan lainnya yang diperintah­kannya, asalkan tidak mengandung ke­maksiatan, sebagaimana diriwayat­kan Sayyidatuna Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, istri sahabat Zubair bin Awwam, yang berkata, “Aku dinikahi sahabat Zubair dalam keadaan tidak punya apa-apa, baik itu tanah, harta, maupun budak, se­lain kuda dan unta perangnya, maka aku yang mengurus kuda dan unta tersebut, aku yang memeras susu­nya, menyiapkan makan dan minum binatang tersebut, walaupun hal itu aku lakukan dengan susah payah”.
Begitulah istri-istri yang shalihah me­layani suami mereka, yang pada gilir­annya nyatalah dalam kehidupan me­reka, rumah tangga yang harmo­nis dan bahagia serta anak-anak yang shalih dan shalihah.
Itulah sekelumit kiat-kiat mendapat­kan dan men­jaga keharmonisan rumah tangga, semoga kita bisa melaksanakan kiat-kiat tersebut. Amin ya rabbal ’alamin.
Fiqhun-Nissa’ majalah alkisah
Diasuh oleh: Ustadz Segaf bin Hasan Baharun, M.H.I.
Pengasuh Pondok Puteri Pesantren Darul Lughah wad Da’wah, Bangil, Jawa Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

stroom09@gmail.com

KLINIK CENAYANG STROOM09

KLINIK CENAYANG STROOM09
KLINIK CENAYANG STROOM09

pengunjung

RENTAL MOBIL CIREBON

RENTAL MOBIL CIREBON
RENTAL MOBIL CIREBON,TAXI ONLINE CIREBON,SEWA MOBIL CIREBON MINAT HP/WA :089537731979

Total Tayangan Halaman