Melimpahnya bahan baku serta didorong tingginya jumlah peminat di
pasar internasional, mendorong Robby dan pengrajin lainnya di Banten
untuk menekuni kerajinan berbahan dasar batu fosil.
Tak
berlebihan agaknya bila ketekunan pengrajin tersebut berbuah manis
dengan mendapat dukungan dari pemerintah Provinsi setempat.
Perhitungan
ekonomis pun menjadi salah satu penarik minat para pengrajin untuk
tidak lagi menjual fosil kayu dalam bentuk mentah atau belum diolah.
Fosil ini dulunya dijual dalam bentuk bongkahan mentah yang belum diolah
dengan harga jual per kilogramnya hanya Rp20 ribu-Rp100 ribu, kini
menjadi barang dengan nilai estetika yang sangat tinggi merubah harga
yang bisa menyentuh ratusan juta bahkan hingga miliaran rupiah.
Berbekal
dukungan pemerintah Provinsi Banten yang memberi berbagai bantuan,
termasuk pelatihan kepada para pengrajin, mereka kemudian berupaya
mengolah fosil kayu menjadi barang jadi berupa kerajinan tangan.
Saat
ditemui Sindonews pada ajang pameran industri kreatif bertajuk "Fashion
and Craft 2012" yang diselenggarakan di JCC, Senayan, Jakarta beberapa
waktu lalu, Robby bercerita, bahwasannya produk kerajinan yang
diproduksi dirinya beserta beberapa teman pengrajin lainnya telah
diekspor hingga ke mancanegara.
"Ekspor ini sudah ke Jerman,
Singapura, Korea Selatan, dan China. Namun, kebanyakan orang Korea dan
China karena orang asing itu suka produk kerajinan ini karena biasanya
mereka suka barang-barang yang antik dan aneh," ujar Robby kala itu.
Ketertarikan
dunia internasional terhadap barang-barang kerajianan dari bahan baku
fosil kayu tersebut dikarenakan, setelah diolah, maka akan tampak sebuah
batu mineral serupa lapisan kaca yang indah dan cantik. "Bisa makin
bening mirip batu mulia jika diolah," ungkapnya.
Fosil kayu atau
yang dalam bahasa ilmiahnya biasa dikenal dengan sebutan petrified wood
atau batu sempur yang merupakan bahan baku kerajinan yang digeluti Robby
dan kawan-kawannya adalah hasil pengerasan senyawa mineral yang
terkandung di dalam kayu.
Proses pengerasannya mirip seperti
pembentukan mutiara pada kerang. Hanya saja senyawa mineral dalam kayu
tersebut berlangsung selama seratus hingga jutaan tahun.
"Semua
bahan organik yang awalnya terkandung, telah berganti menjadi mineral
silika yang tersusun dari unsur silikon, oksigen, dan beberapa logam,"
sambung Robby.
Berada pada kedalaman 3-5 meter di bawah permukaan
tanah, fosil kayu ini biasanya ditemukan dalam bentuk yang mirip
bongkahan kayu besar, menyerupai batu berwarna coklat kehitaman. "Ada
juga yang bentuknya masih utuh seperti bagian badan batang pohon,"
jelasnya.
Bagi pengrajin seperti Robby, bentuk luar bongkahan
fosil kayu ini hanyalah lapisan luar yang tak bernilai. Nilai estetika
yang bernilai ekonomis tinggi justru muncul setelah seluruh kulit kayu
dikupas dan bagian dalamnya terlihat.
"Bagian yang seperti batu
akik besar ini masih tertutup kulit ketika ditemukan. Kulitnya kita buka
dan yang diambil bagian dalamnya. Sekarang ini yang paling dicari itu
jenis akik es," terangnya sambil menunjuk salah satu produk
kerajinannya.
Fosil ini umumnya ditemui di daerah pedalaman
hutan, gua, dan dasar sungai yang banyak tersebar di berbagai daerah di
Banten dan juga Sumatera.
sumber:sindonews.com
koleksi ilmu hikmah, kisahsufi,tasawuf,fengshui,maulid,desain grafis,batu akik,batu obsidian, paypal pay,za,pendanaan,RENTAL MOBIL proyek,investor,funder,kredit kpr,pinjaman multi guna ,pialang,wali amanat,SEWA MOBIL CIREBONtaxi online cirebondan lain-lain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
stroom09@gmail.com