koleksi ilmu hikmah, kisahsufi,tasawuf,fengshui,maulid,desain grafis,batu akik,batu obsidian, paypal pay,za,pendanaan,RENTAL MOBIL proyek,investor,funder,kredit kpr,pinjaman multi guna ,pialang,wali amanat,SEWA MOBIL CIREBONtaxi online cirebondan lain-lain
koleksi ilmu-ilmu hikmah,kisah 2 tokoh sufi.teknologi tips n trik dll
Sabtu, Juli 06, 2013
sekilas tentang qaul qodim dan qaul jadid
Salah satu warisan perjalanan keilmuan yang ditinggalkan Imam Syafi’i RA ialah sumbangsih fatwa-fatwanya yang terbukukan yang disebut qaul qadim dan qaul jadid. Adakalanya istilah-istilah ini juga disebut madzhab qadim dan madzhab jadid. Inilah ciri utama madzhab yang dibangun Imam Syafi’i, yang berbeda dengan madzhab lainnya.
Istilah qaul qadim dan qaul jadid ini muncul setelah era kehidupan intelektual Imam Syafi’i di Mesir, bagian akhir dalam perjalanan hidupnya, tepatnya setelah peluncuran salah satu karya monumentalnya yang berjudul Al-Umm.
Perkembangan fiqih Imam Syafi’i sesungguhnya dapat dipetakan dalam empat fase penting. Pertama, fase persiapan dan pembentukan. Kedua, fase peluncuran dan pengenalan Madzhab (Qaul) Qadim. Ketiga, fase penyempurnaan dan pengukuhan Madzhab (Qaul) Jadid. Keempat, fase verifikasi dan otentifikasi. Kesemuanya ini berlangsung selama 25 tahun, tepatnya sejak wafatnya Imam Malik, salah seorang guru Imam Syafi’i, hingga akhir hayat sang imam ini. Khusus fase ke-4, berlangsung sesudah masa hidupnya, yakni masa kibar at-talamidz (para murid utama).
Sebagai kata, qaul artinya ucapan, perkataan, atau pendapat. Qadim artinya yang lama, atau yang lalu. Sedangkan jadid lawan kata qadim, artinya yang baru, atau yang terkini.
Sebagai istilah, qaul qadim adalah buah-buah pemikiran Imam Syafi’i yang disampaikannya dan dibukukannya sejak kunjungannya ke Baghdad yang kedua pada tahun 195 H/811 M, sampai kedatangannya ke Mesir tahun 199 H/815 M.
Pembukuan pemikirannya di era Baghdad ini terlihat pada sejumlah karyanya, seperti kitab Al-Hujjah dan Ar-Risalah. Kitab Ar-Risalah disusun di Baghdad atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi di Makkah, yang mengusulkan kepada Imam Syafi’i untuk menulis sebuah kitab yang menerangkan Al-Qur’an, ijma’, nasikh (penghapusan/pembatalan hukum syara’), mansukh (nash/hukum yang dibatalkan), dan hadits. Itulah sebabnya ia dinamakan Ar-Risalah, yang artinya sepucuk surat. Lantaran, sesudah selesainya didiktekan kepada murid-muridnya, kitab ini dikirim seperti mengirim surat kepada Abdurrahman bin Mahdi di Makkah.
Kedatangannya ke Baghdad yang kali kedua ini bukan sebagai pelajar atau perantau, melainkan sebagai imam mujtahid yang membawa madzhab fiqih baru yang belum pernah diajarkan ulama sebelumnya.
Karakteristik qaul qadim adalah pemaparan pandangan atau fatwa Imam Syafi’i yang mengikuti alur corak pemikiran yang berkembang di Baghdad, yang terkenal rasional.
Di Baghdad, ia menuai ujian ilmiah yang memberi dampak sangat besar sebagai proses asimilasi dan adaptasi keilmuan, yang menghasilkan fatwa-fatwa yang disebut qaul qadim ini. Perdebatan ilmiahnya berlangsung dengan Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani, murid utama Imam Nu’man bin Tsabit Al-Hanafi. Hal ini mempertajam pemikiran-pemikirannya, yang kemudian disambut dengan antusias oleh ulama-ulama Baghdad. Akibatnya, banyak ulama yang meninggalkan madzhab lamanya, dan beralih mengikuti Madzhab Syafi’i, seperti Imam Abu Tsaur, Imam Ahmad bin Hanbal, Az-Za’farani, Al-Karabisi.
Ibrahim Al-Harbi, salah seorang pengikut Syafi’i di Baghdad, berkata, “Tatkala Syafi’i datang ke Baghdad, di Masjid Jami’ Al-Gharbi terdapat 20 forum pengajian (halaqah) fiqih rasional. Tetapi ketika hari Jum’at Asy-Syafi’i menyampaikan pengajian fiqihnya, forum-forum tersebut menghilang dan hanya tersisa tiga atau empat forum.”
Sedangkan qaul jadid, pendapat baru yang termaktub dalam karya-karya baru Imam Syafi’i, terkemukakan selama sisa hidup Syafi’i, yaitu sejak kedatangannya ke Mesir tahun 199 H/815 M sampai dengan akhir hayatnya pada tahun 204 H/819M. Pandangan-pandangannya termaktub dalam karyanya yang berjudul Al-Umm.
Fase bagi kelahiran pandangan-pandangan baru Imam Syafi’i ini terhitung cukup singkat, yakni empat sampai lima tahun saja. Namun fase ini termasuk fase yang teramat penting sepanjang sejarah hidup dan perkembangan fiqihnya. Bahkan fase ini dianggap sebagai masa keberhasilan, kematangan, kegemilangan, dan produktivitas yang tinggi, ditandai dengan semakin berkembangnya ilmu, produk hukum, dan penggalian hukum ala Syafi’i. Juga diwarnai dengan banyaknya karya dan buku-buku Imam Syafi’i yang membuat nama besarnya menjadi lebih harum lagi.
Di antara karya-karyanya yang memuat pandangan-pandangan barunya ini ialah kitab Ar-Risalah al-Jadidah, Al-Amali, Al-Qiyas, Ibthal al-Istihsan, Al-Musnad. Al-Qadhi Al-Marwazi, salah seorang murid Imam Syafi’i, berkata, “Imam Syafi’i, guru kami, telah mengarang 113 kitab dalam ilmu ushul, tafsir, fiqih, hadits, dan sebagainya.”
Fase ini merupakan penyempurnaan bagi pandangan yang telah ada sebelumnya. Madzhab fiqih Imam Syafi’i ini disebut sebagai madzhab fiqih yang pragmatis dan dinamis.
Perbandingan Dua Qaul
Penyebutan qaul qadim dan qaul jadid adalah berdasarkan periode saja, karena sebenarnya Madzhab Syafi’i itu hanya satu, bukan dua. Madzhab ini berkembang secara alamiah sesuai dengan hukum kausalitas (sebab-akibat). Perlu ditegaskan, pendapat lama dan pendapat baru fiqih Syafi’i memiliki jumlah yang sangat banyak, karena berkaitan dengan masalah furu’iyah (cabang agama), yang umumnya disandarkan pada hasil ijtihad. Sementara ijtihad sendiri bersifat kondisional, tidak konstan.
Para ulama masih berbeda pendapat mengenai jumlah masalah yang dimenangkan qaul qadim terhadap qaul jadid. Intinya, pendapat qaul qadim lebih unggul jumlahnya daripada qaul jadid, sehingga pendapat qaul qadim lebih layak untuk difatwakan. Imam An-Nawawi menjelaskan, “Sejumlah pemuka Madzhab Syafi’i mengecualikan 20 masalah, dan mereka berfatwa dengan qaul qadim. Mengenai jumlah tepatnya, masih diperdebatkan.”
Pendapat Imam Syafi’i dalam versi qaul jadid bukan berarti menganulir (menasakh) pendapat qaul qadim. Pendapat-pendapat itu merupakan perpanjangan ide dan perkembangan pemikiran yang sesuai dengan hukum sababiyah (kausalitas) dalam pembentukan suatu madzhab. Karena pada saat Imam Syafi’i datang dan tinggal di Mesir, ia baru menemukan dalil-dalil fiqih yang sebelumnya tidak terpikirkan olehnya dan baru ditemuinya di Mesir. Hal inilah yang mendorongnya melakukan revisi dan perbaikan terhadap pendapat-pendapat lamanya.
Alhasil, apa yang dituangkan Imam Syafi’i dalam pendapat dan pemikirannya itu sesuai dengan semangat yang dipegangnya, “Al-Muhafazhah ‘alal qadimish shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah”, menjaga otentisitas pandangan lama yang baik seraya mengambil pandangan baru yang lebih baik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
stroom09@gmail.com