koleksi ilmu hikmah, kisahsufi,tasawuf,fengshui,maulid,desain grafis,batu akik,batu obsidian, paypal pay,za,pendanaan,RENTAL MOBIL proyek,investor,funder,kredit kpr,pinjaman multi guna ,pialang,wali amanat,SEWA MOBIL CIREBONtaxi online cirebondan lain-lain
koleksi ilmu-ilmu hikmah,kisah 2 tokoh sufi.teknologi tips n trik dll
Jumat, Juli 05, 2013
sepenggal kisah dari tabloid posmo
Pentingnya membahas guru karena orang berilmu itu, tentunya ilmunya berasal dari guru. Banyak orang berpengetahuan, sesungguhnya pengetahuannya itu dari guru. Ada orang bijak, pastinya belajarnya pada guru. Banyak orang menjadi guru, sudah barangtentu belajar dari guru.
Guru itu laksana sumur. Yang berguru bagaikan musafir yang membutuhkan air. Meskipun banyak musafir yang menimba airnya, air sumur itu tidak akan berkurang karena sumbernya keluar terus. Air itu gambaran ilmu dan pengetahuan. Sedangkan air yang jernih/bening gambaran ilmu batin (ke-Tuhan-an).
Banyak guru yang bisa mengajarkan macam-macam pengetahuan, namun sedikit yang mampu membimbing murid untuk bisa meneguk segarnya air dingin dalamnya batin.
Guru yang mampu memberikan bimbingan batin, itulah guru mursyid. Inilah yang menjadi bahasan kali ini. Menurut Syekh Sughrawargi, guru mursyid itu laksana ‘Yakut merah’. Pada umumnya, batu yakut itu warnanya kuning, namun ini merah. Apakah ada ? jelas ada, tetapi langkah. Karena langkah, maka dinamakan mustika.
Syekh Sughrawardi memberikan ciri-ciri guru yang bila bertemu harus harus digurui, yaitu yang oleh Kasultanan Surakarta digubah dalam serat Wulangreh sebagai berikut : Lamun sira amaguru ngelmi, amiliha sujanma kang nyata, ingkang becik martabate, sarta kang wruh ing kukum, kang ngibadah lan kang wirangi, sukur antuk wong tapa, ingkang wus amungkul, tan melik pawewehing liyan,…
Bila diterjemahkan : Apabila engkau berguru ilmu, pilihlah priyayi yang mumpuni, yang baik martabatnya, serta yang memahami hukum, yang tekun beribadah dan yang wira’i, syukur kalau mendapat priyayi pertapa, yang sudah menjauhi kehidupan dunia, tidak tertarik pemberian orang lain.
Bila iuraikan : Sujana kang nyata, berarti ia orang yang jujur dan bijaksana, bukan mencla-mencle. Yang baik martabatnya, berarti dia tidak pernah cacat karena terlibat perkara yang memalukan. Kang Wruh ing kukum, artinya ia menguasai hukum agama, sedikit-banyak juga memahami hukum lainnya.
Kang ngibadah, artinya mengerjakan salat sareat. Karena ada juga yang mandek guru kebatinan, namun tidak melaksanakan salat syareat, alasannya sudah sampai makrifat.
Kang wira’i, artinya tindak-tandulnya tidak cerobo (sembarangan). Senantiasa menjaga diri dari berbuat dosa atau maksiat. Intinya menghindari apa saja yang tidak baik.
Wong tapa, artinya bertempat tinggal di gunung atau di istana boleh saja, yang penting memerangi hawa napsunya.
Ingkang wus amungkul ( kaya atau miskin boleh saja, asal tidak glamour). Tan melik pawewehing liyan (tidak hanya tidak tertarik terhadap barang-barang/harta kekayaan yang terlihat mata saja, tetapi juga tidak tertarik pada yang berupa aji-aji, seperti keris pusaka, gada, cincin, dan lainnya yang dimiliki orang).
Priyayi wirai dan pertapa itu, mereka sedikit tidur, sedikit makan, lebih banyak eling pada Tuhan. Guru yang demikian, sangat sulit ditemukan. Kalau toh bertemu, guru yang demikian itu maka guruilah dia. Kendati demikian, guru tersebut hanya bisa menunjukkan jalan yang benar. Yaitu membimbing ke jalan yang dituju. Dipakai atau tidak ajaran yang diberikan, terserah si murid. Guru tidak bisa memaksa, juga tidak bertanggungjawab apalagi menanggung si murid kepada Tuhan. Guru dan murid masing-masing punya urusan dan tanggungan sendiri-sendiri kepada Tuhan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
stroom09@gmail.com