Banjaran
merupakan satu desa di Kabupaten Majalengka yang mempunyai keterikatan sejarah
dengan Kerajaan Mataram dan Kerajaan kerajaan lain di kepulauan indonesia
karena berlatar belakang sejarah yang begitu erat dan bertaut satu sama
lainnya.
Leluhur
Desa Banjaran Yang kini dimakamkan di blok Banjaran girang Dikenal Dengan Nama Mbah Dalem Aria
Saringsingan merupakan leluhur yang hingga kini makam keramatnya masih sering
menjadi tempat jiarah terutama orang-orang dari jawa tengah, cirebon bahkan
dari daerah diuar kepulauan Jawa.
Lalu
bagaimana asal mulanya Mbah Dalem Aria Saringsingan Tersebut ?
Cerita
berawal Pada Tahun 1590 Raja Kelima (5) Talaga manggung Yaitu Pangeran Setya
pati Aria Kikis( Sunan Wana Perih) Wapat. Beliau Merupakan Putra Ke 2 dari enam
bersaudara Ratu Sunya larang dan digantikan Oleh Putra ketiganya yaitu Pangeran
Apun Surawijaya untuk melanjutkan
kerajaan Talaga Manggung.
Kerajaan
pada masa Pangeran Apun Surawijaya saat itu dititik beratkan pada bidang agama
sehingga jalinan komunikasi dengan kerajaan Cirebon semakin erat Dan semakin
bersatu dalam kenegaraannya.
Salah
satu putri dari Ibunda Ratu Sunyalarang yaitu Ratu Radeya menikah dengan putra
Sunan Umbu Luar yaitu Raden Ulun Parancaherang yang terkenal dengan nama Mbah
Dalem Aria Saringsingan. beliau sangat disegani oleh masyarakat karena
kejujuran , keberanian dan kesaktiannya
Cerita
berawal dari sayembara sang raja mataram yang senantiasa melakukan kejuaraan
rutin adu Muncang dan Balapan kuda. dan kabar sayembara itu sendiri sampai ke
telinga kerajaan kerajaan di wilayah cirebon termasuk juga kerajaan Talaga Manggung.
Melihat Kesaktian dan kesabaran Mbah Dalem
Aria Saringsingan kerajaan Talaga manggung Mengutus beliau untuk berangkat ke
Mataram mengikuti kejuaraan tersebut
Hanya
berbekal Tekad yang kuat untuk membela kerajaan berangkatlah Mbah Dalem Aria
Saringsingan menuju kerajaan Mataram. beliau berangkat melalui Kuningan dan
disanalah beliau mendapatkan bekal yaitu Seekor Kuda kecil yang kini lebih
sering kita kenal dengan kuda Kuningan yang kecil tapi berani sesudah dari
kuningan beliau memulung sebuah Muncang
di daerah cilimus sampai sekarang biji muncang cilimus terkenal kuat .
Setelah
melewati beberapa hari perjalanan akhirnya tiba juga Mbah Dalem Aria
Saringsingan di Kerajaan mataram beliau mendapatkan urutan terakhir baik dalam
pertandingan balapan kuda maupun Adu Muncang. dalam balapan kuda Mbah Dalem
Aria Saringsingan karena kesaktiannya berhasil menjadi juara dan dalam adu
muncang Mbah Dalem Aria Saringsingan berhasil Membuka kedok kecurangan dari
sang Raja Mataram, ternyata sang raja Mataram
Menggunakan Muncang yang terbuat dari baja. Hal itulah yang membuat Mbah
Dalem Aria Saringsingan berniat membuka kebenaran dan menegakan keadilan.
Raja
Mataram murka karena kedok keberhasilannya selama ini terbongkar seperti
biasanya juga selepas acara kompetisi Raja Mataram mengumpulan Para Utusan
untuk memberi hormat pada Raja Mataram. Namun tidak seperti biasanya , kali ini setiap Para Utusan melakukan sembah
sujud selalu di akhiri dengan senyum yang
berbeda seolah menertawakan sang raja. Merasa ada yang janggal dalam
setiap penghormatan utusan, masuklah Raja Mataram ke dalam Istana dan berkaca
diri. Alangkah terkejutnya Raja Mataram Setelah Melihat Mukanya sendiri yang
tampak dengan jelas bahwa kumisnya ternyata Hilang sebelah, Raja Mataram
berpikir ini adalah ulah dari Aria Saringsingan, karena hanya dialah yang
mempunyai kesaktian untuk melakukan hal itu.
Tanpa
berpikir panjang Raja Mataram langsung memerintahkan Prajurinya untuk menangkap
Mbah Dalem Aria Saringsingan, namun tidak segampang yang di perintahkan karena
kesaktian Mbah Dalem Aria Saringsingan ternta sulit untuk bisa menangkap. jika
oleh prajurit Mbah Dalem Aria Saringsingan tampak ada di selatan namun setelah
di kepung ternyata nampak ada di utara begitupun
jika nampak di utara ternyata ada di timur karena itu pulalah di gelarkan
padanya “Saringsingan” yang artinya susah untuk ditemui atau di tangkap oleh
prajurit mataram.
Pengejaran
pasukan Mataram terhadap Mbah Dalem Aria Saringsingan dari wilayah selatan terus
dilakukan sampai ke wilayah perbatasan talaga tepatnya di Mata Air citungtung, disana prajurit mataram menghentikan
pengejaran karena oleh Mbah Dalem Aria Saringsingan dimata air tersebut di jebak
oleh air yang begitu bening dan tikar dengan daun pulus sehingga prajurit
mataram banyak yang mati setelah meneguk air seolah tidur di tikar daun pulus
tersebut makanya Mata air itu di beri
nama citungtung yang artinya Panungtungan (Yang terakhir)
Dari
Wilayah Utara pengejaran terhenti di perbatasan banjaran tepatnya di daerah Wates Girimulya. mereka
disana dihadang oleh pasukan Kerajaan
Talaga manggung dengan menggunakan pagar bambu. Sampai sekarang daerah itu diberi nama Wates yang artinya Batas dan disana
tumbuh banyak pohon-pohon bambu.
Namun
ada beberapa orang patih kerajaan Mataram yang berhasil masuk menyamar ke
daerah banjaran tapi hal itu tidak berjalan mulus untuk menangkap Mbah Dalem Aria Saringsingan karena sebelum mereka
datang ke padepokan Mbah Dalem Aria Saringsingan
(Banjaran Girang) mereka oleh kesaktian Mbah
Dalem Aria Saringsingan dialihkan jalannya ke arah barat kini tanda itu di
kenal lewat sungai kecil Cisempong artinya disempongkeun (dialihkan). sehingga
Mbah Dalem Aria Saringsingan tetap aman
di padepokannya.
Karena
peristiwa Mbah Dalem Aria Saringsingan
itulah para tetua-tetua kerajaan dan rakyat berpendapat bahwa padepokan Mbah
Dalem Aria Saringsingan akan banyak di kunjungi
tamu atau orang yang mau berguru ilmu kesaktian maka disebutlah Babanjiran (BANJARAN)
Yang artinya kebanjiran oleh tamu baik
yang mau berguru ilmu ataupun yang hanya sekedar berjiarah.
Hal
itu sampai sekarang terbukti bahwa tamu
yang datang ke Makom Mbah Dalem Aria
Saringsingan mayoritas dari daerah cirebon , jawa timur dan jawa tengah bahkan ada yang sengaja datang berkunjung dari luar pulau jawa untuk berjiarah ke makom
Mbah Dalem Aria Saringsingan tersebut.
Setelah
aman dari masalah dengan mataram Mbah
Dalem Aria Saringsingan membuat kerajaan yang diberi nama kerajaan Banjaran
yang berazaskan Keislaman tapi posisi kerajaannya tidak berada di padepokannya
melainkan jauh di depan (Sekarang Balai Desa Banjaran) dengan maksud tujuan
tempat pertapaan atau padepokan tempat menyepi dirinya jauh dari keramaian dan kegiatan
pemerintahan.
Kerajaan
Banjaran waktu itu dipimpin Oleh Mbah Dalem Aria Saringsingan sendiri dengan
Para bidang-bidang kelembagaanya masing-masing, diantaranya:
1.
Bidang Kebudayaan : Mbah Buyut Nayaga
2.
Bidang Keagamaan : Kyai Santri Kuning
3.
Bidang Kesehatan :
Raden Ama Ucuk
4.
Bidang Pertanian :
Kyai Latief
5.
Panglima Perang : Kyai Sabit
6.
Ponggawa Gapura : Eyang
Kopral
Barang-barang
pusaka pada masa kerajaan banjaran seperti goong renceng diperintahkan oleh
Mbah Dalem Aria Saringsingan untuk di serahkan Oleh Mbah Buyut Nayaga selaku
Bidang Kebudayaan kepada Kerajaan Talaga Manggung agar tidak terjadi hal-hal
yang musrik terhadap prajuritnya Mengingat faham yang dianut oleh kerajaan
banjaran adalah islam.
Goong
renceng adalah barang pusaka yang sekarang ada di museum talaga manggung konon
khabarnya jika goong tersebut di naikan ke atas panggung maka akan berbunyi
sendiri karena di tabuh oleh kesaktinnya Mbah Buyut Nayaga.
Menurut
nara sumber Setelah Raja Aria Saringsingan wafat para balad kurawa kerajaan
Mbah Dalem Aria Saringsingan meninggalnya tidak dikubur melainkan di jelma
menjadi pohon wargu dan jika para prajurit atau rakyatnya yang membutuhkan
pertolongan maka sudah di sediakan sebuah kolam dari mata air yang letaknya
tidak jauh dari Makam Keramatnya sekarang yang di beri nama situ hideung.
Dari
cerita yang turun temurun dan adat kebiasaan para leluhur Hingga Kini Jika Ada
calon yang ingin jadi kepala desa Banjaran atau yang hendak menjadi calon
pegawai apapun maka, kebiasaanya yaitu Ziarah ke Makam Mbah Dalem Aria
Saringsingan .
Demikian
Riwayat singkat Desa banjaran yang bisa kami himpun dari berbagai nara sumber hanya
untuk melestarikan budaya dan sejarah Desa Banjaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
stroom09@gmail.com