koleksi ilmu hikmah, kisahsufi,tasawuf,fengshui,maulid,desain grafis,batu akik,batu obsidian, paypal pay,za,pendanaan,RENTAL MOBIL proyek,investor,funder,kredit kpr,pinjaman multi guna ,pialang,wali amanat,SEWA MOBIL CIREBONtaxi online cirebondan lain-lain
koleksi ilmu-ilmu hikmah,kisah 2 tokoh sufi.teknologi tips n trik dll
Sabtu, Mei 25, 2013
fiqhun nissa
Asal dari hukum rujuk diambil dari firman Allah SWT:
Dan suami-suami mereka berhak merujukinya dalam masa menanti itu (‘iddah), jika mereka (para suami) menghendaki ishlah (perdamaian) – QS Al-Baqarah: 228.
Rujuk adalah mengembalikan seorang wanita kepada ikatan perkawinan semula, selama kembalinya itu masih dalam masa ‘iddah istrinya (‘iddah thalaq raj’i).
Thalaq raj’i adalah thalaq yang boleh ruju’ (kembali) kepada istrinya setelah perceraian, yaitu jika sang suami menthalaq istrinya dengan thalaq satu atau dua, dan perceraian itu tanpa ada khulu’, yaitu terjadinya perpisahan (perceraian) yang disertai bayaran yang diserahkan istri kepada suaminya.
Setiap suami mempunyai hak tiga thalaq. Jika ia menjatuhkan thalaq satu, tinggallah dua hak thalaqnya. Dan begitulah seterusnya.
Jadi, karena suami Anda baru menthalaq Anda dengan thalaq satu, berarti masih sisa dua kali kesempatan menceraikan Ibu, dan itulah yang dinamakan thalaq raj’i, yang berarti suami Anda masih mempunyai hak rujuk (kembali lagi kepada Anda tanpa aqad baru, cukup dengan mengucapkan kata rujuk), dengan cara dan syarat yang telah ditentukan tentunya sebagaimana yang akan saya terangkan setelah ini.
Adapun syarat-syarat dalam rujuk adalah sebagai berikut:
1. Istri pernah disetubuhi. Jika si istri belum pernah disetubuhi, tidak boleh rujuk, karena tidak ada ‘iddah. Jika suami berkeinginan kembali kepada istrinya tersebut, harus dengan aqad baru.
2. Thalaqnya bukan dengan thalaq khulu’. Jika thalaqnya dengan cara thalaq khulu’, bila suami ingin kembali kepada istrinya tersebut, harus dengan aqad yang baru.
3. Bukan thalaq tiga. Kalau thalaq yang dijatuhkan ternyata sudah thalaq yang ketiga dan suami ingin kembali kepada istrinya tersebut, harus ada muhallil (suami yang menikahinya setelah ia bercerai dengan suami sebelumnya dan telah menyetubuhinya) terlebih dahulu.
4. Ketika rujuk, istri masih dalam ‘iddahnya. Apabila ‘iddahnya sudah selesai dan suami ingin kembali kepada istrinya tersebut, harus dengan aqad baru.
5. Suami merujuk dengan kemauannya sendiri. Maka, tidak sah bila dengan paksaan orang lain.
6. Suami yang melakukan rujuk disyaratkan adalah seorang laki-laki yang sudah baligh dan berakal, bukan anak kecil dan orang gila.
Bila suami Anda sempat mengucapkan rujuk kepada Anda dengan memenuhi syarat-syarat di atas, sah rujuknya, artinya Anda telah menjadi istrinya yang sah. Tapi, kalau merunut alur cerita yang Ibu sampaikan, suami Ibu belum rujuk. Karena ia hanya ingin rujuk dan belum memastikannya
Hukum ‘Iddah
‘Iddah, menurut syari’at, adalah masa menunggu bagi wanita untuk mengetahui bersihnya rahim dari air sperma suaminya, dengan beberapa kali suci, atau dengan melewati proses melahirkan, atau dengan hitungan bulan. Berikut klasifikasinya:
l ‘Iddah istri yang sedang hamil. Jika si istri sedang hamil lalu dicerai suaminya atau ditinggal mati suaminya tersebut, ‘iddahnya hingga melahirkan. Sehingga, ketika si istri melahirkan, selesailah ‘iddahnya dan ia boleh menikah lagi.
l Iddah istri yang ditinggal mati suaminya. Seorang istri yang ditinggal mati suaminya, jika si istri hamil, akan selesai ‘iddahnya dengan melahirkan. Dan jika tidak hamil, ’iddahnya akan selesai setelah berlalu empat bulan sepuluh hari dari hari wafat suaminya, baik si istri masih aktif haidhnya maupun sudah menopause (sudah putus dari kebiasaan haidhnya), baik sudah pernah disetubuhi maupun belum.
l ‘Iddah istri yang masih aktif haidhnya.
Jika seorang istri yang masih aktif haidhnya dicerai suaminya, ‘iddahnya dengan menjalankan tiga kali suci dari haidhnya. Sehingga, jika sang istri dicerai pada waktu suci, akan selesai ‘iddahnya setelah mengalami haidh yang ketiga setelah diceraikan. Adapun jika ia diceraikan pada waktu haidh, akan selesai masa ‘iddahnya ketika mengalami haidh yang keempat.
l ‘Iddah istri yang sudah menopause. Jika seorang istri ketika dicerai suaminya sudah mengalami menopause, masa ‘iddahnya akan selesai setelah berlalu tiga bulan dari terjadinya perceraian tersebut.
l ‘Iddah istri yang belum pernah disetubuhi. Jika seorang istri belum pernah disetubuhi kemudian dicerai suaminya, ia tidak punya ‘iddah. Sehingga, setelah terjadinya perceraian tersebut, ia boleh langsung kawin lagi tanpa menunggu ‘iddah, karena memang ia tidak mempunyai ‘iddah.
Sedangkan bagi wanita yang sedang menjalankan ‘iddah raj’iyyah (cerai dengan thalaq raj’i), bila suaminya meninggal sebelum ‘iddahnya selesai, ‘iddah istri itu berpindah dari ‘iddahnya semula kepada ‘iddah istri yang ditinggal mati suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. Dan ia berhak mendapat harta warisnya, karena, dalam perceraian dengan thalaq raj’i, wanita itu masih dinilai belum keluar dari lingkaran status istri suami yang meninggal itu.
Sehingga, dalam konteks masalah yang tengah Anda hadapi, karena suami Anda meninggal saat Anda masih dalam masa ‘iddah raj’iyyah, Anda berhak mendapat waris dari almarhum suami Anda.
Hukum Warisan
Suami Anda wafat dengan meninggalkan Anda, ibunya, dan dua anaknya (satu laki-laki dan satu perempuan ) dari hasil perkawinan dengan Anda. Maka, pembagian harta warisnya adalah sebagai berikut:
Anda sebagai istri mendapat 1/8 dari harta warisan, karena suami Anda mempunyai anak, sebagaimana firman Allah SWT:
“Untuk mereka (para istri) 1/4 dari harta yang kalian tinggalkan apabila tidak ada anak. Apabila ada anak, mereka mendapat 1/8 dari harta yang kalian tinggalkan.”
Ibu suami Anda mendapat 1/6 dari harta yang ditinggalkan anaknya (suami Anda), karena suami Anda punya anak, sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan apabila anaknya (yang meninggal) itu mempunyai anak keturunan.”
Anak laki-laki dan anak perempuan Anda mendapatkan ‘ashabah (sisa dari bagian Anda dan ibu suami Anda), tapi anak laki-laki mendapatkan dua kali lipat dari bagian anak perempuan, sebagaimana firman Allah SWT:
“Allah telah mewasiatkan kepadamu tentang anak-anakmu, bagi laki-laki itu (bagiannya) seperti dua anak perempuan.”
Jadi, dilihat dari 1/6 dan 1/8 (bagian ibu suami Anda dan bagian Anda) mempunyai tawafuq (kesamaan) dalam setengahnya, setengah 6 adalah 3, setengah 8 adalah 4, kemudian kita kalikan 6 dengan 4 atau 8 dengan 3, asal masalah (demikian istilah dalam ilmu faraid, maknanya asal bagian) adalah 24 (artinya harta warisan yang ada dibagi 24), dengan perinciannya sebagai berikut: 3 bagian untuk Anda, 4 bagian untuk ibu suami Anda, (sisa) 17 untuk dua anak anda: 17 ini dibagi tiga, karena anak laki-laki dihitung dua kepala dan anak perempuan satu kepala. Tapi ternyata 17 tidak bisa dibagi tiga, agar bisa dibagi, caranya, asal bagian, yaitu 24, dikalikan 3 (yaitu jumlah kepala anak-anak), hasilnya 72.
Maka, bagian Anda 3 x 3 = 9, bagian ibu suami Anda 4 x 3 = 12, bagian kedua anak Anda 17 x 3 = 51. Kemudian 51 dibagi tiga, hasilnya 17. Jadi, bagian anak laki-laki Anda 17 x 2 = 34, dan bagian anak perempuan Anda 17 x 1 = 17.
Demikian, semoga keterangan ini dapat dipahami.
Wallahu a’lam.
referensi: majalah alkisah.com
Ustadz Segaf bin Hasan Baharun, M.H.I.
Pengasuh Pondok Puteri Pesantren Darul Lughah wad Da’wah, Bangil, Jawa Timur
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
stroom09@gmail.com