koleksi ilmu hikmah, kisahsufi,tasawuf,fengshui,maulid,desain grafis,batu akik,batu obsidian, paypal pay,za,pendanaan,RENTAL MOBIL proyek,investor,funder,kredit kpr,pinjaman multi guna ,pialang,wali amanat,SEWA MOBIL CIREBONtaxi online cirebondan lain-lain
koleksi ilmu-ilmu hikmah,kisah 2 tokoh sufi.teknologi tips n trik dll
Sabtu, Mei 25, 2013
keistimewaan rendah hati
Salah satu akhlaq utama yang harus dimiliki setiap orang muslim adalah tawadhu’ atau rendah hati. Dengan sikap itulah, seseorang akan memperoleh kedudukan tinggi di sisi Allah Ta’ala, sebagaimana Allah mengangkat derajat Nabi Muhammad SAW. Berikut ini kajian haditsnya. Namun sebelumnya mari kita perhatikan ayat Al-Qur’an berikut ini.
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS Asy-Syu’ara`: 215).
Berdasarkan riwayat yang disampaikan Ibn Juraij, yang dikutip Ibn Jarir Ath-Thabari, ayat ini turun berkenaan peringatan yang disampaikan Nabi SAW dalam dakwahnya bagi para kerabatnya dari kalangan Bani Hasyim dan Bani Muththallib. Lalu Allah memerintahkan Nabi untuk mengajak dan membimbing mereka dengan cara yang santun dan kerendahan hati.
Bagi Ibn Asyur, ayat ini tertuju kepada Nabi Muhammad SAW. Ayat ini dan ayat sebelumnya yang artinya, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” (QS Asy-Syu’ara`: 214), merupakan uraian khusus bagi beliau dalam mengajak sanak kerabat untuk beriman kepada Allah SWT.
Kata janah, pada mulanya berarti sayap. Penggalan ayat ini menggambarkan sikap dan perilaku seseorang seperti halnya seekor burung jantan yang merendahkan sayapnya pada saat ia hendak mendekat dan bercumbu dengan betinanya atau melindungi anak-anaknya. Sayapnya terus dikembangkan dengan merendah dan merangkul. Dari ungkapan itu dipahami arti kerendahan hati, keharmonisan, perlindungan, ketabahan, dan kesabaran bersama kaum beriman. Ibn Asyur menambahkan, seakan ayat ini berkata-kata, “Hadapilah mereka dengan kerendahan hati, karena mereka mengikutimu dengan keimanan mereka terhadap apa yang kamu sampaikan.”
Dari ‘Iyadh bin Himar RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku, yaitu, ‘Rendahkanlah hati kalian sehingga tidak ada satu orang yang membangga-banggakan dirinya atas yang lain dan berbuat aniaya satu atas yang lain’.” (Diriwayatkan Muslim).
Syarah hadits
Hadits ini diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Surga: Sifat Kenikmatan dan Penduduknya bab Sifat-sifat yang Dikenali bagi Penduduk Surga dan Neraka di Dunia.
Sifat tawadhu’ adalah sifat yang mulia yang seseorang tidak membesar-besarkan hal dirinya, berlaku tenang saat melakukan kebaikan dan kebenaran, serta meninggalkan perselisihan dalam berperkara atas suatu masalah. Intinya, merendahkan hati dan diri karena Allah SWT.
Hadits ini menerangkan kewajiban bersikap rendah hati dan ketidakbolehan saling membangga-banggakan diri dan saling memusuhi. Sifat tawadhu’, yang diwajibkan dan merupakan akhlaq terpuji, adalah sifat rendah hati karena Allah dan Rasul-Nya demi menggapai keridhaan di sisi Allah Ta’ala.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah tidaklah mengurangi harta, dan tiadalah Allah menambahkan bagi seseorang yang pemaaf melainkan dengan kemuliaan, serta tiadalah seseorang yang merendahkan hatinya karena Allah melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (Diriwayatkan Muslim).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Kebajikan bab Kebolehan Memaafkan dan Tawadhu’.
Tidak ada ceritanya, orang bersedekah lalu hidupnya jadi susah dan jatuh miskin. Harta yang diinfakkan seseorang sesungguhnya menjadi simpanan baginya, yang akan menolongnya suatu saat atas izin Allah, baik di dunia maupun di akhirat, tumbuh dan berkah. Inilah keutamaan bersedekah sekaligus janji Allah bagi hamba-Nya, sebagaimana firman-Nya yang artinya, “Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah (apa yang diinfakkannya) laksana sebutir biji yang tumbuh dengan tujuh tangkai dan di setiap tangkainya ada seratus butir.” (QS Al-Baqarah: 261).
Demikian pula dengan sikap pemaaf dan rendah hati, yang dijanjikan Allah dengan balasan kemuliaan dan derajat yang tinggi di sisi-Nya.
Dari Al-Aswad bin Yazid, ia berkata, “Aku bertanya kepada Aisyah RA tentang kebiasaan Nabi SAW di rumahnya.
Aisyah menjawab, ‘Beliau senantiasa memperhatikan keluarganya, yakni membantu urusan keluarga. Jika datang waktunya shalat, beliau keluar untuk shalat’.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).
Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan Imam Al-Bukhari dalam kitab Shalat Berjama’ah bab Orang yang Bekerja Memenuhi Kebutuhan Keluarganya, kitab Nafkah bab Bantuan seorang Laki-laki dalam Urusan Keluarganya, dan kitab Adab bab Bagaimana seseorang dalam Keluarganya.
Ketika menyampaikan perintah Allah Ta’ala, Rasulullah SAW tidak sekadar memberikan tuntunan kata-kata, namun juga perbuatan (da‘wah al-hal). Salah satu bentuk dakwah perbuatan beliau, sebagaimana kesaksian Ummul Mu’minin Aisyah RA, istri beliau, yakni menolong urusan keluarga, mencari nafkah, belanja ke pasar, membantu mengurus anak, memasak, menjahit, dan sebagainya. Bila saat waktunya untuk menunaikan ibadah shalat, segera beliau menuju masjid. Beliau tinggalkan pekerjaan rumah untuk dilanjutkannya kembali setelah urusannya kepada Allah SWT selesai. Beliau menyeimbangkan urusan rumah tangganya dengan hubungannya kepada Allah SWT. Sekalipun berada pada kedudukan yang sangat mulia di sisi Allah SWT dan umatnya, beliau tidak segan untuk menyingsingkan lengannya untuk urusan keluarga, yang oleh sebagian orang dianggap urusan remeh dan rendah.
Begitulah sisi kemanusiaan dan kenabian Rasulullah Muhammad SAW, yang memiliki ketawadhu‘an yang sempurna, berbakti bagi keluarga tapi juga menjaga shalat lima waktu di awal waktu tanpa disibukkan oleh urusan lainnya. Berkata Al-Bushiri, “Maka, puncak pengetahuan tentang Muhammad SAW, beliau adalah manusia biasa namun beliau adalah sebaik-baik ciptaan di antara seluruh ciptaan Allah.”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
stroom09@gmail.com