BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
( معانى ) merupakan bentuk
jamak dari ( معنى ). Secara leksikal
kata tersebut berarti maksud, arti atau makna. Para ahli ilmu Bayan
mendefinisikannya sebagai pengungkapan melalui ucapan tentang sesuatu
yang ada dalam pikiran atau disebut juga sebagai gambaran dari pikiran.
Sedangkan menurut istilah Ilmu Ma’ani adalah sebagai
berikut.
علم يعرف به أحوال اللفظ العربي التى بها يطابق مقتضى
الحال
"Ilmu untuk mengetahui hal-ihwal lafazh bahasa Arab
yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi."[1]
Adapun yang dimaksud dengan hal ihwal lafazh bahasa
Arab adalah model-model susunan kalimat dalam bahasa Arab, seperti
penggunaan taqdîm atau ta’khîr, penggunaan ma’rifat atau
nakirah, disebut (dzikr) atau dibuang (hadzf), dan
sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi dan kondisi adalah situasi
dan kondisi mukhathab, seperti keadaan kosong dari informasi itu, atau
ragu-ragu, atau malah mengingkari informasi tersebut. Ilmu Ma’ani pertama kali
dikembangkan oleh Abd al-Qahir al-Jurzani.
Objek
kajian ilmu bayan adalah kalimat-kalimat berbahasa Arab. Ditemukannya
ilmu ini bertujuan untuk mengungkap kemukjizatan Alquran, hadits dan rahasia-rahasia
kefasihan kalimat-kalimat bahasa Arab, baik puisi maupun prosa. Dengan
melalui ilmu ini kita bisa membedakan kalimat-kalimat yang sesuai dengan
situasi dan kondisinya, mengetahui kalimat-kalimat yang tersusun rapi,
dan dapat membedakan antara kalimat yang baik dan jelek.
B.
OBJEK
KAJIAN ILMU MA’ANI
Sebagaimana didefinisikan oleh para ulama balaghah bahwa
ilmu ma’ani bertujuan membantu agar seseorang dapat berbicara
sesuai dengan muqtadhal hal. Agar
seseorang dapat berbicara
sesuai dengan muqtadhahl hal maka ia harus mengetahui
bentuk-bentuk kalimat dalam bahasa Arab. Kapan seseorang harus mengungkapkan dalam bentuk taqdîm,
ta’khîr, washl, fashl, dzikr, hadzf, dan bentuk-bentuk
lainnya.
Objek kajian ilmu ma’ani
hampir sama dengan ilmu nahwu. Kaidah-kaidah yang berlaku dan digunakan dalam ilmu
nahwu berlaku dan digunakan pula
dalam ilmu ma’ani. Dalam ilmu nahwu dibahas masalah taqdîm dan ta’khîr, hadzf,
dan dzikr. Hal-hal tersebut juga merupakan objek kajian dari ilmu ma’ani. Perbedaan antara keduanya terletak pada
wilayahnya. Ilmu nahwu lebihbersifat mufrad (berdiri sendiri), tanpa
terpengaruh oleh faktor lain seperti keadaan kalimat-kalimat di sekitarnya. Sedangkan
ilmu ma’ani lebih bersifat tarkîbi
(tergantung
kepada factor lain). Hasan Tamam menjelaskan bahwa tugas ahli nahwu hanya sebatas mengotak-ngatik
kalimat dalam suatu jumlah, tidak sampai
melangkah kepada jumlah yang lain.
Kajian dalam ilmu ma’ani
adalah keadaan kalimat dan bagian-bagiannya. Kajian yang membahas bagian-bagian
berupa msunad-musnad ilaih dan
fi’il muta’allaq. Sedangkan objek kajian dalam bentuk jumlah meliputi
fashl, washl,
îjaz, ithnab, dan musawat.
Secara
keseluruhan ilmu ma’ani mencakup ada delapan macam, yaitu:
1.
أحوال الإسناد
الخبري
2.
أحوال المسند
إليه
3.
أحوال المسند
4.
أحوال متعلقات
الفعل
5.
القصر
6.
الإنشاء
7.
الفصل والوصل
8.
الإيجاز
والإطناب والمساواة
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
stroom09@gmail.com