koleksi ilmu hikmah, kisahsufi,tasawuf,fengshui,maulid,desain grafis,batu akik,batu obsidian, paypal pay,za,pendanaan,RENTAL MOBIL proyek,investor,funder,kredit kpr,pinjaman multi guna ,pialang,wali amanat,SEWA MOBIL CIREBONtaxi online cirebondan lain-lain
koleksi ilmu-ilmu hikmah,kisah 2 tokoh sufi.teknologi tips n trik dll
Senin, Juli 01, 2013
Dari Yaman Menuju Nusantara (Bagian 1)
Kisah kehidupan manusia mulai dari penciptaan Nabi Adam AS sampai manusia tersebar ke seluruh penjuru bumi adalah kisah yang tak habis-habisnya untuk ditulis dan dibahas.
Buku karya Dr. H. A. Madjid Bahafdullah yang berjudul Dari Nabi Nuh Sampai Orang Hadhramaut di Indonesia, Menelusuri Asal Usul Hadharim ini berkisah banyak tentang jejak dakwah yang dilakukan para dai Hadharamaut menuju Nusantara, khususnya Indonesia.
Kisah yang abadi dalam tradisi agama samawi, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam, yang secara jelas diceritakan dalam kitab suci masing-masing, adalah terjadinya peristiwa banjir besar yang pernah melanda bumi kita di zaman Nabi Nuh AS.
Sekalipun dalam ketiga kitab suci tersebut tidak diberikan informasi yang jelas tentang tempat dan waktu kejadiannya, para penganutnya bisa memaklumi, karena kitab suci memang bukan buku sejarah. Namun kisahnya yang diuraikan dalam kitab suci tersebut cukup meyakinkan bahwa peristiwa tersebut pernah terjadi di bumi kita ini.
Adapun mengenai kapan dan di mana tempat kejadiannya, mungkin sengaja dirahasiakan oleh Yang Maha Kuasa, agar manusia kreatif mencari dan menemukan sendiri jawabannya. Dan ternyata rahasia Allah SWT tersebut secara perlahan semakin terkuak.
Sebuah penelitian arkeologi dengan menggunakan peralatan dan teknik yang canggih baru-baru ini untuk kesekian kali telah menemukan artefak bahtera Nabi Nuh AS di Gunung Judi, di pegunungan Ararat, Turki Timur, pada ketinggian 4.000 m di atas permukaan laut.
Pada waktu kejadian banjir besar tersebut jumlah manusia yang tersisa hanya 78 orang. Terdiri dari Nabi Nuh beserta istri, tiga orang anaknya dengan istri masing-masing, dan 70 orang beriman. Dalam surah Nuh ayat 26 disebutkan, “Nuh berkata, ‘Ya Rabb, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi’.”
Umat Nabi Nuh AS terputus dengan generasi sebelumnya. Dengan demikian generasi berikutnya merupakan generasi baru yang dilahirkan oleh anak keturunan Nabi Nuh AS, seperti firman Allah SWT, “Kami telah menyelamatkan dia dan pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami jadikan anak-cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan. Dan Kami abadikan untuk Nuh (ujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.” — QS Ash-Shaffat (37): 76-78.
Nabi Nuh AS, yang hidup 146 tahun setelah Nabi Adam AS, dikaruniai umur panjang, yaitu lebih dari 950 tahun (3993-3043 SM). Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun.” — QS Al-Ankabut (29): 14.
Nabi Nuh AS diangkat menjadi nabi ketika usia beliau 480 tahun. Nabi Nuh AS adalah nabi ketiga dan ia adalah keturunan Nabi Adam AS yang kesembilan.
Seperti telah banyak diketahui, Nabi Nuh AS memiliki empat orang anak. Anak pertama bernama Kan’an, yang hilang ditelan banjir karena tidak menuruti ajakan ayahnya ikut dalam perahu. Tiga anak yang lain adalah Yafits, Ham, dan Sam, yang menurunkan bangsa-bangsa di dunia. Ketiga nama tersebut berasal dari bahasa Semitis: Yafits berarti “terbuka”, Ham berarti “hangat”, dan Syam berarti “sejahtera”.
Sejak semula keturunan Nabi Nuh AS ini bermukim di Babilon wilayah Mesopotamia, kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia. Kelompok pertama yang meninggalkan daerah Babilon adalah anak-anak Yafits bin Nuh, mereka tujuh bersaudara dan menyebar ke arah timur dan utara.
Setelah itu disusul tujuh bersaudara anak-anak Ham bin Nuh, mereka menuju ke arah selatan dan barat.
Sementara itu anak Syam bin Nuh tetap tinggal bersama sepupu mereka, Jamm, yang menjadi raja Babilon. Namun kemudian sekitar tahun 3000-2500 SM keturunan mereka pun menyusul hijrah menuju selatan, yaitu ke wilayah Hejaz, Nejed, dan Yaman.
Suku keturunan Syam bin Nuh yang hijrah ke wilayah Yaman ada dua. Suku kelompok pertama di bawah pimpinan ‘Ad bin Jaloud bin Ars bin Iram bin Syam bin Nuh, yang kemudian disebut bani ‘Ad, menuju suatu tempat bernama Al-Ahqaf, suatu wilayah antara Yaman (Hadhramaut) dan Oman, yang membentang sampai ke Laut Arab di lembah Mughits.
Suku kelompok kedua di bawah pimpinan Qahthan bin Abir bin Salih bin Arfakshad bin Syam bin Nuh, yang disebut bani Qahthan, bergerak menuju suatu tempat yang sekarang bernama Ma’arib, sebuah wilayah di Yaman.
Pengislaman Yaman
Menjelang masuknya Islam, Yaman masih menjadi jajahan Persia Sasaniyah, yang dijadikan daerah setingkat provinsi, dipimpin seorang gubernur. Yang menjabat gubernur saat itu seorang Persia bernama Badhan berkedudukan di Sana’a, ibu kota Yaman. Waktu itu Rasulullah SAW bersama para sahabat sudah melakukan dakwah menyebarkan agama tauhid ke berbagai wilayah, termasuk ke negeri Yaman.
Tahun 628 M, melalui seorang utusan, Rasulullah SAW mengirim surat kepada Gubernur Badhan di Yaman untuk disampaikan kepada Parvez Khosrou II, raja Persia, yang berisi ajakan untuk memeluk Islam.
Setelah membaca surat itu, Parvez Khosrou II marah dan langsung merobek-robek surat tersebut sambil memerintahkan sang gubernur agar menyuruh Rasulullah SAW menghadap ke istananya.
Mendengar itu, Rasulullah SAW mengatakan bahwa jawabannya akan disampaikan besok harinya.
Keesokan harinya utusan yang sudah tidak sabar tersebut menanyakan jawaban Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW pun dengan tenang menjawab, “Yang memanggilku telah lebih dulu dipanggil Allah SWT.”
Benar saja, sehari sebelumnya Khosrou II mati terbunuh dalam perebutan kekuasaan dengan anaknya di istana Mada’in.
Kepada utusan tersebut Rasulullah SAW memerintahkan supaya kembali ke Sana’a sambil menyampaikan pesan beliau yaitu kalau Gubernur Badhan mau menerima Islam dipersilakan untuk terus memimpin atas nama kaum muslimin.
Badhan pun langsung menerima tawaran tersebut. Dan setelah mengucapkan syahadat, ia pun dilantik menjadi gubernur Islam yang pertama di Yaman.
Muslimnya Badhan disambut gembira oleh suku-suku bangsa Arab Yaman dan mereka berbondong-bondong memeluk agama Islam pula. Peristiwa ini merupakan momen yang sangat penting bagi Yaman karena telah mengubah secara dratis budaya lama yang sudah berusia lebih dari tiga ribu tahun.
Sejak itu Islam telah membentuk pribadi Yaman secara spesifik yang tidak mungkin terjadi oleh pengaruh lain. Pada momen penting itu telah dibangun tiga buah masjid pada waktu hampir bersamaan. Yaitu Masjid Al-Janad di Taiz, yang dibangun oleh Muadz bin Jabal RA, Masjid Al-Kabir di Sana’a, yang arah kiblatnya langsung ditunjukkan oleh Rasulullah SAW, dan Masjid Zabid di Zabid.
Menurut orang Yaman, Islam bagi orang Yaman tidak sekadar masjid, menara, dan simbol-simbol Islam lainnya, tapi Islam adalah diri orang Yaman itu sendiri. Karenanya tidak mengherankan apabila Yaman di zaman Rasulullah SAW dan khulafa ar-rasyidun telah mengirimkan tidak kurang dari 20 ribu orang untuk berjihad menegakkan Islam di berbagai negeri.
Satu tahun setelah masuknya Islam pada tahun 631 M, Badhan, gubernur Islam pertama itu, wafat, kemudian digantikan oleh anaknya, Shahr bin Badhan.
Pada masa pemerintahan Shahr bin Badhan muncul seseorang bernama Aswad Al-Ansi, yang mengaku sebagai nabi. Dia ditakdirkan berwajah jelek, dan untuk menutupinya dia selalu menggunakan topeng sehingga dijuluki nabi bertopeng. Namun demikian dia mempunyai pengikut yang sangat banyak sehingga membuat keberaniannya melebihi orang lain.
Pada suatu pertarungan dia berhasil membunuh Shahr bin Badhan dan langsung mengangkat dirinya sebagai raja Yaman. Dia tidak mau mengakui kenabian dan kekuasaan Rasulullah SAW atas Yaman.
Setelah berhasil merebut kekuasaan, dia memaksa Azad, janda Shahr bin Badhan, yang cantik dan cerdas, untuk diperistri, namun Azad menolaknya.
Dengan bantuan seorang menteri bernama Feyroz dan panglima perang bernama Qais bin Abdul Yaguth, ia berhasil membunuh Aswad Al-Ansi dan kemudian mengangkat dirinya sebagai ratu Yaman.
Namun tidak berapa lama kemudian persekutuan Feyroz, yang berkebangsaan Persia dan Qais bin Abdul Yaguth, pecah. Dalam situasi yang kacau itu Qais berkhianat dan merebut kekuasaan dari Azad.
Untuk memperkuat posisinya, Qais bersekutu dengan bekas pengikut Aswad Al-Ansi dan suku-suku Arab yang telah murtad dan bertekad merebut kekuasaan dan mengusir orang-orang Persia dari Yaman.
Dalam suatu pesta makan malam yang diselenggarakan oleh Qais bin Abdul Yaguth, terjadi keributan yang direkayasa. Dalam keributan tersebut seorang tokoh terhormat bangsa Persia yang diundangnya bernama Datsawaih mati terbunuh. Sedang Feyroz, yang juga ada pada pesta itu, berhasil lolos dari maut dan langsung melaporkan peristiwa pemberontakan orang-orang murtad tersebut kepada Khalifah Abu Bakar RA.
Setelah menerima laporan tersebut, Khalifah Abu Bakar RA segera memerintahkan Muhajir bin Umayyah, yang berada di Thaif, dan Ikrimah bin Abu Jahal, yang berada di Hadhramaut, untuk segera ke Sana’a, menumpas pemberontakan kaum murtadin tersebut.
Setelah melalui serangkaian pertempuran yang sengit, Qais ditawan dan langsung dibawa ke Madinah menghadap Khalifah. Di hadapan Khalifah Abu Bakar RA, ia menyatakan taubat dan kembali sebagai muslim.
Perang itu dinamakan Perang Riddah.
Setelah perang Riddah itu, Feyroz diangkat menjadi gubernur Yaman, yang kemudian diteruskan oleh keturunannya.
Dinasti Persia di Yaman berakhir setelah Yahya bin Hasan, seorang keturunan Sayyidina Hasan RA, mengambil alih kekuasaan pada 898 M.
(Bersambung)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
stroom09@gmail.com