koleksi ilmu hikmah, kisahsufi,tasawuf,fengshui,maulid,desain grafis,batu akik,batu obsidian, paypal pay,za,pendanaan,RENTAL MOBIL proyek,investor,funder,kredit kpr,pinjaman multi guna ,pialang,wali amanat,SEWA MOBIL CIREBONtaxi online cirebondan lain-lain
koleksi ilmu-ilmu hikmah,kisah 2 tokoh sufi.teknologi tips n trik dll
Senin, Juli 01, 2013
Dari Yaman Menuju Nusantara (Bagian 2)
Sejenak kembali ke masa Gubernur Badhan. Setelah tersebar kabar bahwa Badhan, gubernur Yaman, memeluk Islam, agama Islam pun menyebar dengan cepat di Jazirah Arab bagian selatan. Orang-orang Hadhramaut waktu itu pun tidak mau ketinggalan dengan suku Arab lainnya yang berasal dari utara. Mereka mengirim sejumlah utusan ke Madinah untuk berbai’at menyatakan keislamannya langsung di hadapan Rasulullah SAW.
Mereka berminggu-minggu menempuh jarak ribuan kilometer menempuh gurun pasir menuju Madinah untuk menunjukkan kesetiaan yang tulus terhadap Islam.
Di antara utusan itu terdapat kelompok Bani Kindah, yang dipimpin Asy’ats bin Qais Al-Kindi, yang waktu itu sangat terkenal. Untuk menunjukkan rasa hormatnya, Asy’ats bin Qais menghadap dengan pakaian indah dari bahan sutra sambil tidak lupa memperkenalkan dirinya sebagai keturunan Aqil bin Murrar, yang katanya satu keturunan dengan ibunda Rasulullah SAW.
Mereka diterima dengan baik penuh persaudaraan oleh Rasulullah SAW, dan diingatkan agar mereka tidak memakai pakaian sutra dan tidak membangga-banggakan keturunan, karena hal itu dilarang oleh Islam. Asy’ats pun menurut dan langsung merobek pakaiannya untuk diganti dengan pakaian lain berbahan sederhana.
Memang Asy’ats bin Qais Al-Kindi memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasulullah SAW melalui jalur ibu, Siti Aminah binti Wahab, dari Bani Abdul Manaf bin Zurrah bin Kilab.
Rombongan lain dari Hadhramaut yang datang ke Madinah adalah rombongan yang dipimpin Qais bin Salamah Al-Ju’fi dan Rabiah bin Murahhab Al-Hadhrami, kemudian disusul oleh rombongan lainnya.
Besarnya antusiasme orang Yaman terhadap Islam diimbangi sikap Rasulullah SAW dengan mengirim para sahabat untuk berdakwah di Yaman dan sekitarnya. Di antara para sahabat itu adalah:
Ziyad bin Lubaid
Ziyad bin Lubaid adalah seorang Anshar, pahlawan Islam yang menjadi gubernur Islam pertama di Hadhramaut berkedudukan di Dhofar, Oman. Ia memerintah sampai tahun 636 M, yaitu sampai masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab.
Pada masa pemerintahannya tahun 633 M terjadi pertikaian dengan Asy’ats bin Qais Al-Kindi, kepala suku Bani Kindah, orang Hadhramaut pertama yang masuk Islam.
Penyebab pertikaian itu sebenarnya hanya masalah sepele, namun karena terjadi salah pengertian akhirnya berkembang menjadi pertikaian sengit, bahkan menjadi perang besar.
Kisahya, kesalahpahaman bermula ketika Asy’ats bin Qais Al-Kindi menyerahkan seekor sapi untuk zakat. Belakangan Asy’ats mengetahui bahwa sapi yang diserahkannya untuk zakat itu terbukti bukan miliknya, tapi sapi milik saudaranya. Oleh sebab itu ia minta agar Gubernur Ziyad bin Lubaid berkenan mengembalikannya untuk ditukar dengan sapi miliknya sendiri. Namun, permintaan itu ditolak oleh gubernur.
Karena permintaan itu ditolak, kepala suku itu pun menyuruh anak buahnya untuk mengambil sapi tersebut secara diam-diam. Namun malang, perbuatan itu ketahuan sehingga anak buahnya itu ditangkap.
Dengan emosi, tokoh-tokoh Bani Kindah memaksa dan meminta agar tahanan tersebut dibebaskan, namun sekali lagi permintaan itu ditolak Gubernur. Situasi pun memanas, sikap Bani Kindah mengeras dengan menyatakan keluar dari Islam dan menolak membayar zakat dan siap berperang dengan kekuasaan Islam.
Ziyad bin Lubaid pun segera mengirim pasukannya dan berhasil mengalahkan suku itu, mereka yang ditangkap langsung dijebloskan ke dalam penjara.
Ketika ada tawanan perempuan lewat di depan rumah Asy’ats bin Qais, perempuan itu langsung berteriak-teriak minta tolong.
Sang kepala suku pun langsung turun tangan menolong dengan menyerang petugas, setelah membebaskan tawanan tersebut, dia langsung dibawa ke dalam Benteng Nujair. Sambil marah-marah Asy’ats dan perempuan itu menyatakan diri keluar dari Islam.
Mendapat reaksi yang tidak terduga dari Bani Kindah, Gubernur pun minta bantuan Madinah sambil terus mengepung Benteng Nujair.
Khalifah Abu Bakar RA segera memerintahkan Muhajir bin Umayyah dan Ikrimah bin Abu Jahal, yang sedang berada di Sana’a, untuk membantu menumpas kaum murtadin Hadhramaut.
Akhir Januari 633, Asy’ats dan pasukannya terdesak kemudian masuk dan mengunci diri dalam benteng yang kemudian dikepung dari tiga penjuru oleh pasukan Ziyad bin Lubaid, Muhajir bin Umayyah, dan Ikrimah bin Abu Jahal.
Asy’ats, yang melihat tidak ada celah sedikit pun untuk meloloskan diri, segera memerintahkan anak buahnya memotong pendek bagian depan rambutnya sebagai tanda siap berperang sampai mati apabila hasil perundingan tidak memuaskan pihaknya.
Februari 633, sebelum berunding dengan Ikrimah bin Abu Jahal, Asy’ats menyerahkan benteng dan seluruh isinya kecuali sembilan orang saudaranya yang minta untuk dibebaskan. Muhajir meminta daftar nama kesembilan orang tersebut yang ternyata di dalamnya tidak tercantum nama Asy’ats.
Muhajir minta agar Asy’ats dibunuh, tapi dicegah oleh Ikrimah.
Jalan perang tidak bisa dihindari, pasukan muslim pun langsung menyerbu Benteng Nujair, yang mengakibatkan seluruh orang yang ada di dalamnya mati terbunuh. Asy’ats sendiri ditawan dan dibawa ke Madinah menemui Khalifah Abu Bakar RA. Sepanjang perjalanan ia meyakinkan para pengawal bahwa ia akan bertaubat kalau dibebaskan.
Asy’ats bin Qais adalah orang Hadhramaut pertama yang masuk Islam. Dan karena ia menyatakan akan bertaubat, Khalifah mengampuninya. Bahkan lebih dari itu, ia pun dinikahkan dengan putri Khalifah, Ummu Farwa.
Demikian gembira dan bersyukurnya ia mendapat anugerah yang luar biasa itu sehingga ia pergi ke pasar di kota Madinah dan menyembelih setiap unta yang ditemuinya, dalam sekejap orang-orang pun memperebutkan daging unta. Para pemilik unta marah dan menuntut ganti rugi, dan tuntutan ganti rugi itu langsung dibayarnya.
Asy’ats bin Qais ditunjuk menjadi panglima perang dalam ekspedisi penaklukan Syria, Irak, dan Persia.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, ia diangkat menjadi gubernur Azarbeijan dan wafat di sana.
(Bersambung)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
stroom09@gmail.com