Apabila dicermati, semua ini dipengaruhi beberapa faktor. Mulai dari pasokan burung, harga, informasi, hingga kreativitas event organizer (EO) penyelenggara lomba burung itu sendiri. Tanpa disadari, hal ini juga membentuk tren kualitas cendet yang berbeda di setiap daerah atau wilayah.
Secara umum, kriteria kualitas cendet yang paling disukai saat ini:
- Rajin bunyi
- Volume benar-benar tembus, kristal, dan tajam
- Memiliki tonjolan (lagu-lagu kecil) yang bervariasi
- Memiliki tembakan dahsyat (speed rapat, tanpa banyak jeda / spasi)
- Gayanya bagus: tidak banyak bergerak atau meloncat, nagen di atas pangkringan, kepala gela-gelo ke kiri-kanan, lalu bunyi sambil mendongakkan kepala ke atas.
Yang sering berbeda antara daerah yang satu dan daerah lain adalah jenis tembakan. Di Bali, misalnya, cendet mania lebih menyukai burung dengan tembakan gereja tarung, yang dibawakan dengan speed rapat. Adapun suara belalang kurang disukai.
Setidaknya, hal ini terungkap melalui pernyataan Widodo, salah seorang juri di Bali, ketika diwawancari Agrobur. “Cendet yang ngecer gerejaan cenderung stabil atau nancep sepanjang lomba. Burung-burung seperti ini selalu tampil all out,” ujarnya.
Lain halnya jika cendet lebih mengandalkan tembakan belalang. Mungkin terlihat lebih bertenaga dan menonjol, tetapi begitu nembak biasanya burung langsung bengong alias lebih sering ngetem. Bahkan Om Widodo mengatakan, tembakan belalang sudah kuno di Bali. Berbeda dari tembakan burung gereja yang seolah tak akan pernah berhenti.
—
Hal ini berbeda dari kecenderungan di Lampung, atau beberapa wilayah
lain di Sumatera. Gaung cendet di Bumi Sumatera memang tak semeriah di
Jawa dan Bali. Demikian pula dengan tren kualitas suaranya. Di wilayah
ini, tembakan jangkrik dan belalang justru lebih disukai. Bahkan ini
menjadi kriteria utama juri dalam memberikan penilaian terhadap cendet
saat berlomba.Tren di Sumatera, menurut hasil pengamatan Agrobur, sebenarnya hampir sama dengan di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur yang merupakan gudangnya cendet jawara.
Apapun perbedaan jenis tembakannya, penilaian juri terhadap performa cendet tetap mengacu kepada irama lagu. Nah, tren irama lagu inilah yang akan selalu berbeda dari waktu ke waktu. Ya, namanya juga tren, kalau stagnant juga membosankan.
Dengan demikian, kualitas seekor cendet akan ditentukan saat burung berlaga di lapangan, dengan ciri-ciri rolingan, tembakan menonjol, dan nancep selama penilaian. Cendet yang memiliki kriteria seperti itu, ditambah speed rapat serta penampilan yang stabil dan tenang, kini mulai dilirik dengan harga yang cenderung naik.
Di Bali, misalnya, cendet jawara kualitas latber sering di-take-over hingga menembus angka Rp 25 juta. Bahkan untuk kualitas nasional bisa mencapai Rp 75 juta. Jadi, silakan berlomba-lomba mencetak cendet dengan kualitas seperti itu. Soal apakah suara cendet mau dinikmati sendiri, atau didesain menjadi juara agar bisa dbeli dengan harga tinggi, itu tergantung kebijakan Anda sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
stroom09@gmail.com