Kota Biak di Papua biasanya dijadikan lokasi transit traveler yang akan ke Raja Ampat. Namun sebaiknya, jangan sekadar transit, kota ini juga memiliki situs sejarah Perang Dunia II. Kisah mistis pun bersembunyi di sana.
Kota Biak di Kabupaten Biak Numfor, Papua memiliki situs sejarah Perang Dunia II. Kota ini memiliki 2 gua alami yang dulu dijadikan tempat perlindungan tentara Jepang, yaitu Gua Binsari dan Gua Jepang Lima Kamar.
Blar! Gua itu tiba-tiba dibom pasukan Sekutu pimpinan Jenderal Douglas MacArthur tahun 1944. Enam ribu tentara Jepang pun terkubur hidup-hidup. Pada hari Kamis detikTravel pun sempat menjelajah di dalam gua ini.
Gua pertama yang kami datangi adalah Gua Binsari, benteng pertahanan tentara Jepang. Gua Binsari ini tembus hingga Gua Jepang Lima Kamar di tepi pantai yang menghadap di Samudera Pasifik. Menurut Mathelda (39), warga lokal yang menjaga Gua Binsari sejak tahun 1989, Binsari berarti perempuan tua.
"Dulu ada nenek-nenek di gua ini. Setelah Jepang datang, nenek itu menghilang entah ke mana. Makanya kenapa gua ini dinamakan Gua Binsari," kata Mathelda.
Ada setidaknya 3 ribu tentara Jepang yang terkubur hidup-hidup di gua alami ini. Mereka terkubur karena pasukan Jenderal McArthur menjatuhkan bom dan drum-drum bahan bakar. Nah, pada tahun akhir 1980-an, mulailah digali gua itu.
"Sampai tahun 2012 kemarin, sudah ada sekitar seribu tentara Jepang yang ditemukan tulang belulangnya. Ya kalau digali mungkin masih ada lagi," jelas Mathelda.
Tak heran, banyak kisah-kisah mistis yang mewarnai tempat itu. Mathelda menceritakan, dulu sebelum situs ini dibuka, setiap malam, warga mendengar suara derap tentara berbaris.
"Ada pengunjung yang kesurupan, bicaranya meracau. Ada juga yang pernah lihat tentara berpakaian putih-putih. Kalau sekarang tidak ada lagi. Biasanya yang dilihatin itu yang datang, bukan penduduk sini," imbuh Mathelda yang memiliki rumah di samping situs Gua Binsari ini.
Selain tulang belulang, ditemukan juga amunisi, senjata laras panjang, granat, topi dan baju tentara, hingga botol-botol minuman. Semua itu dipajang di halaman depan situs gua. Sedangkan tulang belulang ada yang disimpan di sebuah kotak besi berukuran 1,5 meter, ada pula yang sudah dipulangkan ke Jepang.
Di Gua Binsari, turis bisa melihat 2 lubang yang mirip sumur raksasa dengan diameter 10 meter dan kedalaman 20 meter. Gua itu dilingkari pagar kayu dan akar-akar pohon yang menjuntai.
Jalan terus ke dalam, wisatawan bisa melihat ruangan-ruangan di dalam gua itu. Mathelda mengatakan, ruangan-ruangan itu sengaja dibuat Jepang, untuk tempat perawatan dan istirahat.
Untuk masuk ke dalam gua, traveler harus melewati sekitar ratusan anak tangga. Namun tak perlu kuatir, kalau lelah berjalan, Anda bisa bersandar di pegangan kayu yang sudah dibuat Pemkab Biak Numfor. Namun karena kami berkunjung menjelang magrib, kami urung turun masuk ke dalam gua.
Selesai dari Gua Binsari, kami kemudian beranjak ke situs kedua, yaitu Monumen Perang Dunia II. Letaknya sekitar 2 km dari Gua Binsari.
Monumen Perang Dunia II berupa pelataran batu seluas 50 meter persegi yang dihias minimalis ala Jepang. Ada kubah dan kursi-kursi batu untuk pengunjung. Monumen ini dibangun keluarga tentara Jepang untuk mengenang keluarga mereka.
Monumen Perang Dunia II berada di Gua Jepang Lima Kamar. Gua ini juga tak luput dibom Sekutu yang mengubur 3.500 tentara Jepang hidup-hidup.
Penjaga monumen, Robert (50) dan putranya, Costan (17) juga membenarkan ada kisah-kisah mistis seperti yang diceritakan Mathelda.
"Dulu sebelum ada monumen ini, warga sering mendengar tentara Jepang berbaris kalau malam. Saya juga dengar sendiri waktu itu," kata Robert.
Nah, saat keluarga tentara Jepang datang, lanjut Robert, saat malam, ada suara-suara menangis meminta pertolongan. Suara itu meminta agar tulang-tulangnya yang terkubur di gua dipulangkan. Costan menambahkan, hingga kini, 3 tiang bendera yang dipasang di monumen itu suka bergerak-gerak sendiri bila malam.
Ada prasasti dari 3 bahasa, Jepang, Inggris dan Indonesia bertuliskan 'MONUMEN PERANG DUNIA KE II. MONUMEN UNTUK MENGINGATKAN UMAT MANUSIA TENTANG KEKEJAMAN PERANG DENGAN SEGALA AKIBATNYA AGAR TIDAK TERULANG LAGI'. Dalam prasasti juga disebutkan, monumen itu dibangun berdasarkan kesepakatan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang pada 24 Maret 1996.
Di bawah monumen ada ruangan berupa lorong sepanjang 10 meter. Di sana terdapat kaleng-kaleng besi setinggi 50 cm, yang di dalamnya masih ada serpihan tulang belulang tentara Jepang. Di depannya banyak terdapat memorabilia berupa foto-foto, papan nama kayu, dupa hingga benda-benda peninggalan mendiang tentara yang diletakkan keluarga tentara Jepan itu.
Ya, hingga kini, keluarga tentara Jepang suka berkunjung ke sini. Pengunjung ini termasuk para ahli forensik yang masih menggali tulang belulang yang masih terkubur. Tak lupa, keluarga mereka juga meminta maaf pada penduduk Biak.
"Dulu tentara Jepang juga jahat sama orang sini. Setiap lihat orang sini, orang kita ditembaki. Keluarga tentara Jepang datang ke sini, meminta maaf sama kita dan menabur kapur sebagai tanda bahwa perbuatan itu tidak akan terulang kembali," kata Costan dan ayahnya yang berumah di samping monumen itu.
koleksi ilmu hikmah, kisahsufi,tasawuf,fengshui,maulid,desain grafis,batu akik,batu obsidian, paypal pay,za,pendanaan,RENTAL MOBIL proyek,investor,funder,kredit kpr,pinjaman multi guna ,pialang,wali amanat,SEWA MOBIL CIREBONtaxi online cirebondan lain-lain
koleksi ilmu-ilmu hikmah,kisah 2 tokoh sufi.teknologi tips n trik dll
Kamis, September 05, 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
stroom09@gmail.com