koleksi ilmu-ilmu hikmah,kisah 2 tokoh sufi.teknologi tips n trik dll

Minggu, Januari 26, 2014

nasehat bijak buat orang yang rakus

Nashruddin menghadiri sebuah pesta pernikahan. Dilihatnya seorang sahabatnya sedang asyik makan. Namun, si sahabat tampak ra­kus. Di samping makan sebanyak-ba­nyaknya, dia sibuk pula mengisi kantung bajunya dengan makanan.

Melihat kerakusan sahabatnya, Nash­ruddin mengambil teko berisi air. Diam-diam, diisinya kantung baju saha­batnya dengan air itu.

Tentu saja sahabatnya terkejut, dan ber­teriak, “Hai Nashrudin, gilakah kau? Masa, kantungku kau tuangi air!”

“Maaf, aku tidak bermaksud buruk, Sahabat. Karena tadi kulihat betapa ba­nyak makanan ditelan oleh kantungmu, aku khawatir dia akan haus. Karena itu ku­beri minum secukupnya,” jawab Nash­ruddin.

Salah satu ibrah yang kita petik dari kisah di atas, kita harus mengingatkan jika sahabat kita terjerumus dan diken­dali­kan sifat-sifat buruk, dalam kisah ini adalah sifat rakus.

Islam mengajarkan, makan dan mi­num adalah sekadar kebutuhan, bukan keinginan. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, “Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekadar dapat mene­gakkan tulang punggungnya (memberi­kan tenaga). Jika tidak mau, ia dapat me­menuhi perutnya dengan sepertiga ma­kanan, sepertiga minuman, dan seper­tiga lagi untuk bernapasnya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah).

Ketika makan dan minum adalah ke­butuhan, saat kebutuhan itu sudah ter­penuhi, kegiatan makan dan minum ten­tu akan kita hentikan. Lain halnya jika ma­kan dan minum adalah keinginan, bu­kan sekadar kebutuhan, walau kebutuh­an itu sudah terpenuhi, karena keinginan mulut terus menuntut, kegiatan makan dan minum akan berlanjut. Sehingga, ti­dak jarang, kita akan kekenyangan dan bahkan muntah.

Apa yang dilakukan sahabat Nash­rudin itu adalah perwujudan sifat rakus.

Rakus atau tamak, keinginan untuk memperoleh sesuatu melebihi yang di­butuhkan, akan membawa seseorang pada dua perilaku negatif yang sangat dilarang dalam Islam.

Pertama, menghalalkan segala cara. Perilaku korupsi, yang di era reformasi ini alhamdulillah semakin banyak yang terungkap, misalnya, salah satunya ka­rena sifat rakus ini.

Kedua, pelit atau bakhil. Karena sifat pelit ini, seseorang tidak pernah berpikir untuk berbagi kepada orang lain. Pa­dahal Islam mengajarkan, pada sebagi­an harta kita ada hak faqir miskin. Dan ka­rena itu adalah hak mereka, kita ber­kewajiban untuk memberikannya kepa­da mereka. Misalnya dalam bentuk zakat.

Juga ada hadits yang menyebutkan, “Bukanlah termasuk ke dalam golongan kami, mereka yang dalam keadaan ke­nyang sedangkan tetangganya kelapar­an.” (HR Al-Bukhari).

Banyak yang meyakini, jika seluruh umat Islam Indonesia benar-benar me­laksanakan ajaran “Pada sebagian harta kita ada hak faqir miskin” dan “Bukanlah termasuk ke dalam golongan kami, me­reka yang dalam keadaan kenyang se­dangkan tetangganya kelaparan”, tidak ada orang Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Pada dasarnya, Islam tidak melarang kita untuk mendahulukan kepentingan kita. Yang dilarang adalah apabila dalam upaya mendahulukan kepentingan kita itu kita merugikan orang lain. Apa yang dilakukan sahabat Nashrudin itu telah sampai pada tahap ini. Dia telah meng­ambil hak orang lain, dengan menumpuk makanan dalam kantung bajunya.

Seorang muslim harus menjauhi sifat rakus. Dan sesungguhnya ini tidak sulit. Caranya? Buang jauh-jauh keinginan untuk hidup mewah. Jadikan hidup se­derhana sebagai gaya hidup.



Caranya harus Bijak

Di atas dikatakan, ketika sahabat kita terjerumus dan dikendalikan sifat-sifat buruk, dalam kisah ini sifat rakus, kita ha­rus mengingatkannya. Namun, yang juga perlu diperhatikan, cara mengingat­kannya pun harus baik. Bila perlu, tidak secara langsung, sebagaimana yang di­lakukan Nashruddin terhadap sahabat­nya itu.

Nashruddin, yang melihat fakta bah­wa sahabatnya itu rakus, tidak se­cara langsung menasihati atau meng­ingatkan dia. Nashruddin hanya menga­takan, “Maaf, aku tidak bermaksud bu­ruk, Sa­habat. Karena tadi kulihat betapa banyak makanan ditelan oleh kan­tung­mu, aku kha­watir dia akan haus. Karena itu ku­beri minum secukupnya.”

Sebagai seorang wali, apalagi di­du­kung wawasan dan pergaulan yang luas, Nashruddin tentu memahami ting­kat pe­mahaman sahabatnya itu. Dengan sindir­annya tersebut, diharapkan si sa­ha­bat akan sadar dengan sifat buruknya itu.

Lain halnya jika yang kita hadapi ada­­lah mereka yang tingkat pemaham­an da­lam berkomunikasinya kurang. Kita perlu menggunakan bahasa yang lebih berte­rus terang. Tapi, sekali lagi, tetap de­ngan cara yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

stroom09@gmail.com

KLINIK CENAYANG STROOM09

KLINIK CENAYANG STROOM09
KLINIK CENAYANG STROOM09

pengunjung

RENTAL MOBIL CIREBON

RENTAL MOBIL CIREBON
RENTAL MOBIL CIREBON,TAXI ONLINE CIREBON,SEWA MOBIL CIREBON MINAT HP/WA :089537731979

Total Tayangan Halaman