Salam sejahtera buat pengunjung blog stroom09 kali ini saya akan memposting kembali tentang seorang raja kecil yg bernama adipati Karna ( Suryaputra). Saya gag bisa berbicara panjang lebar. kita simak saja jalan ceritanya.
Adipati Karna seorang raja negri Awangga, meskipun
raja tetapi raja kecil. Raja yang masih diperintah raja lain
(Ratu rehrehan Jawa). Istrinya Karna itu bernama Dewi Surtikanti, putri
Mandaraka, putra Prabu Salyapati. Anak Adipati Karna
kalau dalam pewayangan adalah dua orang, lelaki dan
perempuan, bernama Warsakusuma dan Dewi
Suryawati. Patihnya Karna itu bernama Patih
Hadimanggala.
Karna itu anaknya Dewi Kunti Talibrata dengan Bathara
Surya, tetapi tidak dengan jalan melalui hubungan
badan (bersetubuh), sebab terkena walat atau kutukan
disebabkan membaca mantra limu Aji Kunta Wekasing
Rasa Sabda Tunggal Tanpa Lawan. Dewi Kunti itu sejak
muda (perawan) sudah senang mempelajari ilmu, termasuk pula Kunti berguru kepada Brahmana yang
bernama Reshi Druwasa, dan diberi Ilmu “Aji Kunta
Wekasing Rasa Sabda Tunggal Tanpa Lawan”, yang
memilki daya keampuhan dapat mendatangkan Dewa
hanya dengan kekuatan mantra tersebut. Peringatan
Guru Druwasa. membaca atau merapal ilmu tersebut tidak boleh dilakukan sambil mandi dan/atau mau
tidur.
Tetapi sepertinva Dewi Kunti tidak percaya dengan
keampuhan Aji Kunta, karena itu Dewi Kunti mencoba
kekuatan mantra Aji Kunta yang ia lakukan saat
menjelang matahari terbenam. Dengan demikian
Sang hyang Bathara Surya yang seharusnya akan
istirahat, karena seharian penuh mengatur jalannya matahari, mendadak tergetar rasa hatinya sepertinya
mendapatkan kontak bathin, tetapi Bathara Surya itu
adalah Dewa yang ilmu kesaktiannya sangat tinggi,
ibaratnya hanya dalam sekejap mata saja sudah sampai
di tempat yang dituju, yaitu kamar mandi Dewi Kunti
yang saat itu akan mandi. Dewi Kunti begitu mengetahui ada Dewa yang datang di depannya,
langsung gugup dan tubuhnya gemetar, dengan cepat
tangannya bergerak menyambar pakaiannya yang
sudah mulai ia tanggalkan, tetapi yang teraih hanyalah
kembennya saja, lalu ia kenakan untuk menutupi
sebagian tubuhnya.
Bathara Surya kemudian bertanya kepada Dewi Kunti,
ada maksud apa sampai ia merapal Aji Kunta ? Dewi
Kunti yang sebenarnya hanya sekadar mencoba, karuan
saja menjadi takut dan gugup dalam memberi
penjelasan, bahwa apa yang ia lakukan hanyalah
sekadar mencoba mantra tersebut.
Mendengar pengakuan Dewi Kunti seperti itu, Bathara
Surya menjadi marah, sebab mempelajari semua ilmu
itu harus percaya dan yakin, tidak boleh hanya untuk
main coba-coba. Karena itu Dewi Kunti lalu diberi
hukuman, hamil tanpa bersetubuh. Dewi Kunti
menangis, memohon pengampunan, tetapi Bathara Surya telah hilang dari pandangan mata.
Beberapa bulan Dewi Kunti tidak berani keluar dari
kamar keputrian, yang ia lakukan hanya tidur
berselimut rapat untuk menutupi kandungannya yang
sudah besar, dan kalau ditanya oleh ayah, ibu dan
kakaknya. jawabnya adalah sedang sakit.. Namun
sepandai-pandai menyimpan bangke, akhirnya akan tercium juga bahunya. Demikian juga halnya dengan apa
yang terjadi pada Dewi Kunti, kakaknya sendiri
Basudewa yang mengetahui pertama kali kalau ia
sedang mengandung.
Tak terbayangkan bagaimana kemarahan Raden
Basudewa begitu mengetahui dengan penglihatannya
sendiri kalau adiknya Dewi Kunti sedang mengandung,
padahal belum menikah dengan lelaki siapapun.
Niatnya Dewi Kunti akan dihajarnya, namun untunglah
Reshi Druwasa gurunya Dewi Kunti mendadak datang, yang kemudian menjelaskan apa yang sesungguhnya
terjadi pada diri Dewi Kunti. Apa yang dijelaskan oleh
Resi Druwasa dapat diterima oleh Basudewa.
Untuk menjaga agar aib tersebut tidak tersebar luas,
bayi yang ada dalam kandungan Dewi Kunti, lalu
dilahirkan dengan kekuatan mantra gaib Resi Druwasa.
Bayi lahir melalui lubang telinga Dewi Kunti, karena itu
jabang bayi diberi nama Karna.
Bayi Karna kemudian dimasukkan ke dalam kendaga
dan dihanyutkan ke sungai Bagi Ratri, selanjutnya bayi
yang hanyut di sungai itu ditemukan oleh salah seorang
sais kereta Prabu Drestrarasta, yang bernama Adirata,
yang kebetulan baru mandi bersama istrinya yang
bernama Nyai Nadha, bayi dibawa pulang, dipelihara dan diasuh sampai dewasa.
Karna juga punya nama Suryaputra, Suryatmaja,
Talidarma, Bismantaka, Pritaputra. Adipati Karna bersatu dengan Prabu Duryudana, sebab
Karna berhutang budi kepada Prabu Duryudana di
Astina, termasuk Surtikanti, istrinya Karnaa itu
sebenamya pacarnya (kekasihnya) Duryudana, tetapi
direlakan menjadi istrinya Karna. Intinya, semua
kemuliaan yang dimiliki Prabu Karna merupakan pemberian atau anugrah dari Prabu Duryudana. Karena
itu walaupun Prabu Karna itu putra Dewi Kunti, dan
Pandawa itu saudara satu ibu, akan tetapi Prabu Karna
tetap bersatu serta merasa dan mengakui kalau
Duryudana yang harus dibela dan dilindungi. Prabu
Karna juga mengakui kalau Kunti itu ibu yang melahirkannya, serta Pandawa itu adalah saudaraya.
Meski demikian Prabu Karna kukuh dengan sumpahnya
membela yang memberi kemuliaan, yaitu Prabu
Duryudana.
Disinilah kita dapat mengambil pelajaran, Katresnan
atau Kewajiban, tapi kenyataannya Prabu Karna
memilih kewajiban. Kenyatannya dalam lakon “Krena
Duta”. Karna bertemu dengan Kresna (Sandi Tama
Kawedar), Kresna membujuk Karna agar bersatu
dengan Pandawa. Karna tidak mau. Dewi Kunti sendiri juga membujuk dan meminta Karna bersatu bersama
Pandawa, Karna juga tidak mau, tetap akan membela
Duryudana.
Namun sesungguhnya Karna itu juga sayang terhadap
Pandawa, Buktinya ? Karna itu memiliki pusaka
pembawaan dari lahir yaitu yang berujud anting-anting
yang bernama “Pucunggul Maniking Surya”, serta
Kawaca (Kere Waja atau Rumpi Baja). Karena
kecintaannya terhadap Pandawa, Karna membuang pusaka kadewatan yang dibawanya sejak lahir sambil
berkata : Hai, saudaraku para Pandawa. Ini pusaka
milikku yang sangat sakti sudah aku lepas, dibuang.
Aku tidak butuh kemenangan, Pandawa harus menang.
Angkara murka harus lenyap.
Jarang sekali orang mau berkorban apalagi memberikan nyawanya seperti
Karna, hidup suatu pilihan antara baik dan buruk, kadang harus
membutuhkan pengorbanan kita. Dalam kehidupan kita saat ini fakta bahwa
sulit orang mau berkorban yang kecil apalagi yang besar....sebesar
apakah kita sudah berkorban untuk sesama itulah kebesaran jiwa kita.
Para pahlawan dan para pendahulu kita sering mengatakan jadilah orang '' BERJIWA BESAR ''
sumber : KRESNA DUTA
BUDAYA PEWAYANGAN
koleksi ilmu hikmah, kisahsufi,tasawuf,fengshui,maulid,desain grafis,batu akik,batu obsidian, paypal pay,za,pendanaan,RENTAL MOBIL proyek,investor,funder,kredit kpr,pinjaman multi guna ,pialang,wali amanat,SEWA MOBIL CIREBONtaxi online cirebondan lain-lain
koleksi ilmu-ilmu hikmah,kisah 2 tokoh sufi.teknologi tips n trik dll
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
stroom09@gmail.com