koleksi ilmu-ilmu hikmah,kisah 2 tokoh sufi.teknologi tips n trik dll

Minggu, Agustus 04, 2013

iddah mabtutah

Assalamualaikum wr wb.salam takzim kpda pembaca blog stroom09 kali ini saya akan memposting tentang kewajiban mantan suami.yuk bareng-bareng nyimak saja artikel ini.
Nafkah anak adalah tanggungan se­orang ayah, baik ibunya masih istri dari ayahnya itu maupun telah diceraikan, hing­ga anak-anak tersebut dewasa dan dapat mandiri, barulah terlepas kewajib­an ayah tersebut dari memberi nafkah kepada anak-anaknya. Jadi, Ibu boleh meminta kepada ayahnya biaya nafkah anak-anak Ibu, sebab itu memang masih tanggungan si ayah.
Adapun tentang masa ‘iddah bagi wanita yang sudah menopause, atau wanita yang sudah berhenti kebiasaan haidhnya, adalah sebagai berikut:

1.   Jika ditinggal mati suaminya, ‘iddah­nya adalah empat bulan sepuluh hari; dan jika tidak ditinggal mati oleh suami­nya, ‘iddahnya tiga bulan qa­mariyah (hitungan bulan pada tahun Hijriyah).
2.   Jika wanita yang tidak mengalami haidh menjalankan ‘iddah­nya de­ngan hitungan tiga bulan, tiba-tiba ia mengalami haidh sebelum masa ‘iddahnya selesai, ia berpindah dari ‘iddahnya ke ‘iddah wanita yang mengalami haidh. Jadi, ia harus me­nunggu tiga kali suci dari haidhnya, dan yang lalu tidak dianggap sebagi­an dari masa ‘iddahnya.
3.   Begitu pula jika seorang istri men­ja­lankan ‘iddah raj’iyah (’iddah karena ditinggal mati suami), ternyata ke­mu­dian suaminya meninggal sebelum selesai ‘iddahnya, ia berpindah dari ‘iddahnya ke ‘iddah istri yang diting­gal mati suaminya, yaitu empat bulan sepuluh hari.

Tanggungan Siapa?
Mengenai tanggungan suami atas istri yang telah dicerai, karena ter­kadang seorang istri menjalankan ‘iddah raj’iyah, ‘iddah karena diting­gal mati suami, atau ‘iddah mabtutah (istri yang di-thalaq ba’in), hukumnya diperinci sebagai berikut (Thalaq ba’in adalah thalaq yang dijatuhkan suami dan mantan suami tidak boleh merujuk kecuali dengan pembaruan akad nikah dengan seluruh syarat dan rukunnya. Thalaq ba’in ada dua macam. Yakni, pertama, ba’in shugh­ra, menghilangkan pemilikan man­tan suami terhadap mantan istrinya tetapi tidak menghilangkan bolehnya mantan suami untuk rujuk dengan memper­baharui akad nikah. Kedua, ba’in kubra, atau thalaq tiga,  mantan suami tak boleh rujuk kembali kecuali jika mantan istrinya pernah menikah lagi):

1.   Mu’taddah raj’iyah (istri yang telah dithalaq dan suaminya masih dapat rujuk). Wajib atas suami menang­gung hal-hal yang ditanggung oleh suami atas istri, seperti nafkah, pa­kaian, dan lain-lain, kecuali alat ke­cantikan, semasa ‘iddah istri.
2.   Mu’taddah yang ditinggal mati suami. Istri yang ditinggal mati suaminya di­wajibkan untuknya hanya tempat ting­gal selama ia menjalankan ‘iddah hing­ga rampung. Adapun nafkah dan lain-lain dari uangnya sendiri, yang akan didapat dari harta waris suami­nya.
3.   Mabtutah, baik yang dithalaq ba’in shughra maupun kubra. Adapun bagi mabtutah, jika ia sedang hamil, wajib atas suami menanggung hal-hal yang ditanggung oleh suami atas istri; dan jika tidak sedang hamil, suami hanya wajib menyediakan tem­pat tinggal sampai selesai ‘iddah­nya

Di manakah seorang istri tinggal selama masa ‘iddahnya? Jawabannya, di mana seorang istri dicerai, di sana pula ia harus tinggal. Sebagaimana firman Allah SWT:
Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah me­reka diizinkan keluar, kecuali kalau me­reka mengerjakan perbuatan keji yang terang – QS Ath-Thalaq: 1.
Jika rumah itu tidak layak baginya, ia boleh minta pindah ke tempat tinggal yang layak. Jika tempat itu layak, ia tidak boleh keluar dari rumah itu, baik rumah itu milik suami maupun miliknya sendiri. Jika rumah itu milik sang istri, ia boleh minta uang sewa dari suami.
Apabila ketika jatuh thalaq padanya ia berada di rumah orang lain, jika orang ter­sebut bersedia menyewakannya, wa­jib atas suami menyewa untuknya sam­pai selesai ’iddahnya. Jika ia tidak ber­sedia, ia boleh pindah ke rumahnya atau rumah suami, karena wanita yang men­jalankan ’iddah tidak boleh keluar dari rumah tempat ia berada di dalamnya ketika jatuh thalaq padanya, kecuali istri yang tidak ditang­gung nafkahnya oleh suami, seperti mab­tutah, boleh keluar untuk mencari nafkah selama tidak ada yang dapat mengganti­kannya untuk itu, dan juga boleh keluar di dalam masalah-masalah berikut:

1.   Boleh keluar ke rumah tetangga un­tuk mencari hiburan jika di rumah ia merasa sumpek, dengan syarat ia menginap di rumahnya.
2.   Boleh keluar jika ia merasa terusik oleh tetangganya.
3.   Boleh keluar jika ia takut dirinya akan diperkosa atau khawatir pada ba­haya-bahaya yang mengancam jiwa lainnya.
4.   Boleh keluar jika rumah itu akan roboh.

Jadi kalau Ibu tidak ditanggung naf­kahnya oleh mantan suami, Ibu boleh ke­luar untuk bekerja sekadarnya, yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Demikian, semoga hal ini dapat di­pa­hami oleh Ibu dan semua pembaca alKisah.
===
Fiqhun-Nissa’
Diasuh oleh: Ustadz Segaf bin Hasan Baharun, M.H.I.
Pengasuh Pondok Puteri Pesantren Darul Lughah wad Da’wah, Bangil, Jawa Timur


referensi :majalah alkisah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

stroom09@gmail.com

KLINIK CENAYANG STROOM09

KLINIK CENAYANG STROOM09
KLINIK CENAYANG STROOM09

pengunjung

RENTAL MOBIL CIREBON

RENTAL MOBIL CIREBON
RENTAL MOBIL CIREBON,TAXI ONLINE CIREBON,SEWA MOBIL CIREBON MINAT HP/WA :089537731979

Total Tayangan Halaman