Kisah Hikmah untuk memahami syukur nikmat dari Allah
Sebagai seorang wali, Sunan Bonang selalu mengembara untuk menyebarkan
agama. Sering kali ia berjalan sendirian, menempuh hutan belantara,
mendaki gunung yang tinggi, menuruni jurang yang curam dan mendatangi
dusun terpencil di kaki bukit berhutan lebat.
Pada suatu hari ia melakukan perjalanan bersama seorang santrinya.
Mereka membawa bekal nasi bungkus yang dibeli di warung pada sebuah desa
di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Setelah selesai shalat Dzuhur, di tepi sebuah telaga yang bening, kedua
orang guru dan murid itu beristirahat pada suatu tempat yang lapang
dalam naungan daun-daun sebatang pohon beringin yang rimbun.
Mereka membuka nasi bungkus masing-masing, lalu memakannya dengan lahap
karena perut sudah keroncongan. Tentu saja diawali membaca basmalah dan
doa syukur kepada Tuhan.
Rupanya, karena nikmatnya, santri Sunan Bonang sampai tidak sadar di
pinggir mulutnya ada beberapa butir nasi yang menempel. Ketika selesai
makan butir-butir tersebut masih disitu. Sunan Bonang sebagai guru
lantas menegur, "Hai, santri. Jorok kamu."
"Mengapa guru?" tanya santri heran.
"Orang Islam tidak boleh jorok. Kebersihan adalah sebagian dari iman."
"Apa saya jorok?"
"Itu, di tepi bibirmu banyak butir nasi tertinggal," jawab Sunan Bonang sambil menuding dengan telunjuknya.
Maka, dengan kemalu-maluan ia segera mengusap bibirnya dan membuang nasi itu ke tanah. Tiba-tiba Sunan Bonang menghardik :
"Hai santri. Bodoh kamu! Mengapa kau buang begitu saja sisa-sisa nasi itu?"
Santri tersebut makin tidak paham. Ia pun berdalih, "Bukankah Guru
mengatakan jorok kepada saya karena ada butir-butir nasi di mulut saya?
Maka saya buanglah nasi itu. Apa harus saya makan?"
"Tidak, bukan kau makan. Memang ada hadits Nabi yang mengatakan
beliau menganjurkan agar makanan yang tersisa di ujung-ujung jari pun
harus dihabiskan, kalau perlu menjilatnya. Tapi maksudnya bukan harfiah
begitu. Beliau bermaksud agar kita tidak boleh menyia-nyiakan makanan,
meskipun cuma sedikit."
"Berarti tindakan saya membuang sisa nasi di mulut saya tadi tidak salah?"
"Tidak."
"Jadi mengapa Guru mengatakan saya bodoh dan marah kepada saya?"
"Karena kamu memang bodoh."
"Maksud Guru?"
"Kau boleh membuang sisa nasi itu, tetapi harus dengan niat. Yaitu,
karena nasi tersebut tidak mungkin kau manfaatkan lagi, maka buanglah
dengan niat agar bisa dimakan oleh mahluk-mahluk Allah yang lain,
seperti semut,dan sebangsanya. Sebab kalau kamu tidak dengan niat
begitu, berarti kamu membuat mubazir rezeki Allah, kurnia Allah. Dan
orang-orang yang suka berbuat mubazir adalah saudaranya setan. Termasuk
jika kamu membuang makanan basi ke tempat sampah, berniatlah agar
dimakan anjing atau babi. Mereka juga mahluk Allah yang perlu disayangi.
Meskipun mereka hukumnya najis "Mughaladzah", tidak berarti boleh
disakiti atau dianiaya. Mereka juga harus diperhatikan nasibnya."
Sumber: 30 Kisah Teladan, Pengarang : KH Abdurrahman Arroisi.
koleksi ilmu hikmah, kisahsufi,tasawuf,fengshui,maulid,desain grafis,batu akik,batu obsidian, paypal pay,za,pendanaan,RENTAL MOBIL proyek,investor,funder,kredit kpr,pinjaman multi guna ,pialang,wali amanat,SEWA MOBIL CIREBONtaxi online cirebondan lain-lain
koleksi ilmu-ilmu hikmah,kisah 2 tokoh sufi.teknologi tips n trik dll
Sabtu, Agustus 17, 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
stroom09@gmail.com