koleksi ilmu-ilmu hikmah,kisah 2 tokoh sufi.teknologi tips n trik dll

Senin, Oktober 14, 2013

mengendalikandiri dari banyak makan

Imam Malik RA makan hanya sekali dalam sehari, ia pun buang hajat sekali dalam sehari. Imam Malik RA juga tidak pernah buang hajat di Madinah, karena menjaga adab kepada Rasulullah SAW. Ia berkata, “Sungguh aku malu untuk membuang kotoranku di tempat yang mungkin Rasulullah SAW pernah menapakkan kaki di atasnya atau duduk padanya.”
Setelah menjelaskan panjang lebar ihwal makna-makna yang terdapat dalam penampilan, sebagai kilas balik se­kaligus pendalaman terhadap makna-makna dalam pelajaran tentang keber­sihan lahir dan kaitannya dengan makna-makna bathin, pengasuh melanjutkan pe­nuturannya tentang menjaga diri dari ba­nyak makan sebagai bentuk kemestian untuk dapat melazimkan diri bagi seorang salik di atas kebersihan lahir.
Pembicaraan kita masih seputar ma­salah kesucian dan kebersihan lahir. Kait­annya dengan hal ini, sebagaimana telah kita singgung pada awal pelajaran ini (edisi yang lalu), untuk dapat senantiasa menjaga kesucian lahir, adalah menjadi ke­mestian bahwa kita hendaknya me­minimalkan makan, minum, tidur, dan bi­cara, sehingga sedikit pula kebutuhan kita untuk mendatangi kamar peturasan.
Agar jarang berhadats, kita harus ma­kan sebatas kebutuhan kita saja. Rasul­ullah SAW bersabda, “Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap yang dapat menguatkan tulang punggungnya.”
Inilah kebutuhan dasar itu. Yakni yang dapat menguatkan tulang punggung, yang dengannya engkau dapat melaku­kan aktivitas sehari-hari dengan baik. Pada awalnya, ketika para ulama men­je­laskan hal ini, dikatakan kepada mereka, “Mengapa kalian melarang manusia dari menikmati semua yang halal. Ini semua adalah nikmat Allah SWT!” Sampai ke­mudian para tabib menjelaskan bahaya lemak, makanan yang berkolesterol, dan makanan yang memabukkan.
Setelah itu datang pula penyakit gula, obesitas, penyakit lambung, dan sebagai­nya, sehingga manusia sibuk mencari se­babnya dan mereka mulai menerapkan tata cara pencegahan dini agar terhindar dari semua penyakit itu. Padahal, sesung­guhnya pencegahan semacam itu sudah lebih dahulu disampaikan oleh Rasulullah SAW dan dilanjutkan oleh para ulama se­peninggal beliau SAW. Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah bagi anak Adam be­berapa suap yang dapat menguatkan tu­lang punggungnya.” Nabi SAW juga ber­sabda, “Dan jika ia harus memenuhi lam­bungnya, hendaklah sepertiga untuk ma­kanan, sepertiga untuk minuman, dan se­pertiga untuk napasnya.”
Apakah kalian ingin mengetahui haki­kat sesungguhnya dari apa yang disam­paikan oleh Rasulullah SAW ini? Keten­tuan sepertiga ini diperuntukkan bagi umumnya kaum muslimin. Adapun bagi seorang salik, peniti jalan menuju Allah SWT, secara khusus ketentuannya ber­beda. Seorang peniti jalan menuju Allah ada­lah bagian dari orang-orang yang mengonsumsi makanan hanya beberapa suap. Inilah kebutuhan dasar itu, sebagai­mana dijelaskan oleh hadits Nabi SAW.
Seorang salik hendaklah mening­gal­kan makanannya di saat ia masih berse­lera terhadap makanan yang diingin­kan­nya. Ia meninggalkannya karena Allah SWT. Ia meninggalkan makanannya di saat nafsunya masih sangat berselera ter­hadapnya. Tapi, bukan berarti ia me­ninggalkan makanannya itu di atas piring lalu kemudian dibuang sia-sia. Tidak de­mikian. Melainkan ia tinggalkan dari asal­nya, yakni dengan cara mengambil ma­kanan hanya sebatas kebutuhannya.
Ketahuilah, sesungguhnya nafsu itu, bila sudah terbiasa engkau tundukkan sebelum ia puas melampiaskan ke­ingin­an­nya, niscaya ia akan mudah tun­duk kepadamu dan tidak sukar untuk eng­kau kendalikan. Akan tetapi apabila eng­kau selalu membiarkannya sampai puas dalam melampiaskan keinginan dan se­leranya, niscaya akan terbuka lebar ber­bagai keinginan dalam nafsumu yang akan sulit untuk engkau kendalikan. Ibarat banjir bandang yang datang menerjang dan akan merusak segalanya.
Engkau berikan terhadap nafsumu semua yang diinginkannya dari berupa-rupa macam makanan, misalnya, dengan jumlah yang dikehendakinya, niscaya eng­kau akan terkena sakit pencernaan. Engkau pun akan sering didatangi rasa ngantuk, sehingga dengan mudahnya eng­kau tertidur. Di saat datang waktu untuk qiyamul lail, engkau tak mampu bangun malam, demikian pula shalat Su­buh, mungkin engkau akan sangat kesu­litan untuk dapat bangun di waktu subuh.
Selanjutnya engkau pun akan kesu­sahan untuk mengisi waktu-waktumu dengan hal-hal yang bermanfaat. Banyak makan dan banyak minum akan mem­ben­tuk tabiat-tabiat berikutnya, yakni ge­mar bicara yang tidak ada ujung pang­kalnya. Bermula dari setengah jam, satu jam, dua jam, hingga berjam-jam ia ha­biskan untuk membicarakan hal-hal yang tidak ada ujung pangkalnya. Lalu apa yang tersisa darinya dari perjalanan menuju Allah SWT apabila waktunya di­habiskan untuk makan, minum, tidur, dan obrolan yang tidak ada ujung pangkalnya.
Semuanya kesia-siaan. Semuanya tak bermanfaat. Bagaimana ia akan me­niti jalan menuju Allah SWT?
Berkaitan dengan masalah ini, ke­tahuilah, Imam Malik bin Anas RA hanya ma­kan satu kali dalam sehari, ia juga ha­nya sekali masuk ke kamar peturasan da­lam sehari.
Kisah Imam Malik ini terkait dengan pembahasan penitian jalan menuju Allah SWT dan berkaitan pula dengan makna yang dalam yang dituju oleh para ahli dzauq (pemilik rasa yang teramat tinggi) dalam meniti jalan menuju Allah SWT, yang merupakan makna paling dalam pada pembahasan ini.
Negeri apakah yang di dalamnya Say­yidina Imam  Malik tinggal? Negeri itu tidak lain adalah Madinah Al-Munaw­warah – semoga Allah SWT melimpah­kan shalawat dan salam atas paling mu­lianya penghuninya dan mengaruniai kita semua ziarah kepada beliau, kebersa­maan bersama beliau, dan semoga Allah menjadikan tempat peristirahatan terakhir kita di Baqi‘.
Imam Malik RA makan hanya sekali da­lam sehari dan ia pun hanya buang ha­jat sekali dalam sehari. Dan ia tak pernah buang hajat di Madinah, ka­rena menjaga adab kepada Rasulullah SAW. Ia berkata, “Sungguh aku malu un­tuk membuang ko­toranku di tempat yang mungkin Rasul­ullah SAW pernah mena­pakkan kaki di atasnya atau duduk pada­nya.”
Imam Malik pun tak pernah meng­gunakan alas kaki di Madinah dan tidak pernah pula mengendarai hewan tung­gangannya di sekitarnya, untuk menjaga adab kepada Rasulullah SAW. Ia hanya sekali berada di atas hewan tunggangan di Madinah pada saat ditangkap untuk dipenjarakan secara zhalim oleh pe­ngua­sa kala itu. Imam Malik RA di­naik­kan di atas hewan tunggangan de­ngan kondisi badan terbalik, tak beralas kaki, dan kepala terbuka, untuk diper­malukan di sepanjang jalan kota Madi­nah.
Bila datang waktu untuk buang hajat, Imam Malik RA senantiasa keluar dari Madinah atau akhir dari batas Masjid Nabawi saat ini, karena Masjid Nabawi saat ini telah meluas dan hampir meliputi keseluruhan kota Madinah tempo dulu.
Demikianlah Imam Malik, begitu kuat ia menjaga nafsu makan dan ia pun tak ti­dur kecuali se­kadarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

stroom09@gmail.com

KLINIK CENAYANG STROOM09

KLINIK CENAYANG STROOM09
KLINIK CENAYANG STROOM09

pengunjung

RENTAL MOBIL CIREBON

RENTAL MOBIL CIREBON
RENTAL MOBIL CIREBON,TAXI ONLINE CIREBON,SEWA MOBIL CIREBON MINAT HP/WA :089537731979

Total Tayangan Halaman